KETIKA UMAT ISLAM & KRISTEN MELIHAT YESUS & MUHAMMAD
Bagi orang islam, orang kristen adalah
kafir. Dapat dipastikan banyak umat islam tak paham kenapa orang kristiani
disebut demikian. Yang mereka tahu adalah Allah sudah mengatakan demikian.
Karena sudah tertulis begitu di Al Quran, maka orang islam pun menyebut para
murid Kristus itu sebagai kafir, tak peduli bahwa kata “kafir” merupakan bentuk
penghinaan yang luar biasa kasar. Umat islam juga tidak mau bertanya kenapa
pada bagian awal Al Quran, orang kristen disebut sebagai ahli
kitab, sedangkan bagian lain berubah menjadi kafir.
Ada banyak hal yang tidak bisa dipahami
oleh orang islam terhadap orang kristen. Salah satunya adalah sosok Yesus
Kristus, yang bagi umat kristiani diyakini sebagai Tuhan Allah tapi tidak bagi
umat muslim. Karena tidak bisa memahami, pada akhirnya mereka “menyerang” atau
menyalahkan orang kristen. Umat islam tidak bisa memahami kenapa orang kristen
menganggap Yesus itu Allah/Tuhan. Karena masalah inilah orang kristen disebut
kafir. (Baca: Memahami Kata
Kafir menurut Islam)
Umat islam menolak keallahan
Yesus karena didasari pada argumen bahwa Yesus sendiri tak pernah menyebut
diri-Nya Allah/Tuhan. Sumber yang dipakai adalah Kitab Suci Perjanjian Baru,
khususnya keempat Injil. Malah umat islam sering menggunakan teks Kitab Suci
yang seakan “melawan” keallahan Yesus. Misalnya, Markus 12: 29, yang merupakan
pengulangan dari Kitab Ulangan 6: 4. Karena itu, umat islam tidak mengerti
kenapa orang kristen mengimani Dia sebagai Allah? (Baca: Telaah Kritis
atas Pernyataan DR Zakir Naik)
Orang kristen dapat memaklumi kenapa umat
islam tak bisa memahami mereka. Dasar utamanya adalah beda cara pandang. Umat
islam memakai cara pandangnya, sedangkan orang kristen punya cara pandang
tersendiri. Terkait dengan persoalan keallahan Yesus, umat islam bukan cuma
mendasarkan diri pada firman Allah dalam Al Quran, tetapi juga berdasarkan pada
cara pandang mereka. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, umat islam menolak
klaim keallahan Yesus karena Yesus sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya
demikian. Orang islam baru dapat menerima klaim itu jika ada pengakuan dari
yang bersangkutan. Oleh karena itu, dengan pola pikir seperti ini, umat islam
merasa aneh dengan klaim keallahan Yesus oleh orang kristen.
Pola pikir inilah yang sering dipakai oleh
orang islam. Kebenaran didasarkan pada pengakuan pribadi, bukan berdasarkan
kriteria tertentu. Karena itu, umat islam akan percaya bahwa Hj Irene Handono
adalah pakar kristologi karena Irene sendiri menyatakan demikian. Atau, umat
islam percaya pada seorang ustadz mualaf, ketika memberi ceramah, yang mengaku
sebagai mantan pastor, karena yang bersangkutan memperkenalkan demikian. Masih
ada banyak contoh lain lagi. Prinsipnya, umat islam percaya pada kebenaran
karena memang sudah dinyatakan demikian.
Berbeda dengan orang kristen. Mereka
mendasarkan pada refleksi atas Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru. Refleksi ini melahirkan kriteria. Dari kriteria inilah akhirnya
muncul pengakuan iman bahwa Yesus itu Allah/Tuhan. Pola pikir seperti ini
diterapkan juga dalam kehidupan. Karena itu, umat kristen akan langsung tidak
percaya dengan klaim Hj Irene sebagai pakar kristologi, atau ustadz mualaf yang
mengaku sebagai mantan pastor. Umat kristen akan mengenakan kriteria standar
kepada Hj Irene atau ustadz mualaf yang mengaku mantan pastor. Jika memenuhi
kriteria tersebut, baru akan diakui kebenarannya.
Dengan kata lain, orang kristen tidak
hanya sekedar mendasarkan diri pada pengakuan, karena pengakuan bisa saja
dilakukan oleh siapa saja. Orang kristen mendasarkan diri pada kriteria. Jadi,
sekalipun tidak ada klaim namun jika sesuai dengan kriteria, maka orang kristen
akan percaya.
Sekedar perbandingan. Seorang imam diminta
membantu melayani Natal di Dabo, sebuah tempat di Kepulauan Lingga. Kepadanya
dikatakan bahwa nanti ada yang menjemputnya di pelabuhan. Namanya Markus.
Antara imam itu dan Markus sama sekali tidak saling kenal. Keduanya belum
pernah bertemu dan berkomunikasi. Markus hanya bermodalkan nama imam itu dan
latar belakang sukunya. Pada hari H, setelah kapal sandar di pelabuhan, imam
itu turun bersama lebih dari 100 penumpang. Sementara itu, di pelabuhan ada
sekitar 50-an calon penumpang. Di pelabuhan, ada beberapa orang yang sukunya
mirip dengan imam itu. Di tengah keramaian itu, Markus mendekati imam itu dan
mengambil tasnya. “Tas romo cuma ini?” Imam itu berpaling dan mengiyakan. Tidak
ada perkenalan, namun keduanya yakin: Markus yakin yang disapanya adalah imam,
dan sang imam pun yakin bahwa yang menyapanya adalah Markus.
Untunglah Markus itu seorang kristiani.
Jika dia seorang muslim, dapat dipastikan dia akan menemui kesulitan untuk
berjumpa dengan imam itu sebelum imam itu menyatakan dirinya sebagai imam.
Artinya, imam itu harus membuat pengakuan dirinya sebagai imam, misalnya dengan
berteriak-teriak atau menulis di selembar kertas atau pergi ke ruang informasi
agar diumumkan petugas.
Jadi, terlihat jelas bahwa cara pandang
umat islam membuat mereka sulit menerima apa yang diyakini, bahkan diimani,
oleh orang kristen bahwa Yesus adalah Tuhan Allah. Untuk bisa memahaminya, umat
islam harus menanggalkan pola pikirnya dan mencoba memakai cara pikir umat
kristen.
Sebenarnya beda cara pandang yang membuat
sulit memahami ini juga terjadi pada orang kristen. Hal ini harus dipahami dan
disadari oleh umat islam (maklum, umat islam tidak bisa menyadari hal ini
karena kebiasaan memaksakan kehendak). Ketika umat kristiani (termasuk juga
umat Yahudi) memakai cara pandangnya, maka mereka sulit memahami kenapa umat
islam menganggap Muhammad sebagai nabi. Bagi umat islam, dengan cara
pandangnya, jelas bahwa Muhammad itu nabi, karena ada klaim seperti itu; bahkan
Al Quran menyebutnya sebagai nabi terakhir (karena itu, banyak umat islam
menolak klaim Mirza Gulam Ahmad, pendiri Ahmadyah, yang menyatakan dirinya
sebagai nabi).
Umat kristen, dan juga Yahudi, sudah punya
kriteria seseorang sebagai nabi. Dan jika kriteria ini dikenakan pada pribadi
Muhammad, maka ini sama seperti “jauh panggang dari api”. Karena itulah
kenabian Muhammad ditolak. Umat kristen, dan juga Yahudi, tidak bisa menerima
seorang nabi punya nafsu seksual yang luar biasa: punya istri lebih dari 10
orang, bahkan anak kecil usia 9 tahun (Siti Aisyah) dan istri anak angkatnya
(Siti Zaenab) pun diembat. Umat kristen tidak bisa menerima seorang nabi punya
naluri membunuh yang luar biasa (sadis dan biadab), perampok dan penyebar
teror.
Terlihat jelas kesulitan umat kristen
menerima Muhammad sebagai nabi. Hal ini disebabkan karena mereka memakai cara
pandang mereka. Akan berbeda seandainya umat kristiani menggunakan cara pandang
umat islam. Pastilah mereka akan mengakui kenabian Muhammad.
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan
bahwa perbedaan cara pandang membuat orang kristen dan orang islam saling tidak
memahami. Namun patut disayangkan bahwa ketidak-saling-memahami ini membuat
kedua pihak ini saling berseteru dan saling menghina. (Baca: Beda Cara Pandang)
Alangkah baik sikap umat islam dan kristen menyadari perbedaan cara pandang ini
untuk bisa saling menghormati dan menghargai perbedaan itu. Dengan saling
mengakui cara pandang yang berbeda sehingga bisa saling menghormati dan
menghargai perbedaan itu, maka akan terciptalah persaudaraan sejati.
Komentar
Posting Komentar