AGAMA ATAU ORANGTUA YANG BERPERAN DALAM DIRI ANAK?
John Locke, filsuf
berkebangsaan Inggris, yang hidup pada abad XVII, pernah mengembangkan
pemikiran bahwa manusia terlahir seperti kertas putih polos. Putih di sini
selalu diasosiasikan dengan baik, suci dan benar (dalam arti tertentu juga
tanpa dosa). Ini dikenal dengan istilah tabula rasa. Dalam
perjalanan waktu kemudian muncullah tulisan atau coretan-coretan pada kertas
tersebut. Dan yang paling berperan dalam coretan tersebut adalah orangtua.
Kertas putih polos itu, yang
akhirnya berisi coretan-coretan, mau menggambarkan siapa manusia itu di
kemudian hari. Artinya, kertas putih polos itu bisa berisi tulisan indah nan
rapi, bisa juga berisi tulisan kacau balau tak beraturan. Dengan kata lain, dalam
perkembangan hidup, seorang anak bisa tumbuh menjadi “domba atau serigala”,
menjadi anak yang lemah lembut atau teroris. Semua itu ada di tangan orangtua,
karena orangtualah yang pertama mengguratkan tulisan dalam kertas putih polos
tersebut. Dan di atas semua itu, ajaran agama punya andil.
Coba perhatikan gambar
berikut ini.
Gambar di atas hanyalah
contoh kecil. Masih ada begitu banyak contoh keterlibatan anak kecil dalam
dunia intoleransi. Ibarat fenomena gunung es: yang terlihat hanya puncak kecil,
sedangkan yang tak terlihat jauh lebih besar. Harus disadari bahwa mereka
semua, sama seperti anak-anak lainnya, terlahir sebagai kertas putih polos.
Bisa dikatakan bahwa
anak-anak ini sudah diguratkan untuk menjadi teroris. Pada mereka sudah tumbuh
benih kebencian, permusuhan dan intoleransi. Bisa dipastikan, pada awalnya
mereka tidaklah seperti ini. Mereka itu kertas putih nan polos. Mereka bersih.
Namun kini mereka siap menjelma menjadi teroris yang mengancam kerukunan dan
kedamaian.
Namun menjadi
pertanyaan: apakah semua ini murni karena guratan tangan orangtua atau ada
campur tangan agama? Tentulah Anda sudah tahu jawabannya. Pertanyaan lain yang
muncul adalah, jika kecilnya saja sudah begini, bagaimana nanti negara bisa
hidup damai.
Komentar
Posting Komentar