MENGENAL AQIDAH ISLAM LAINNYA SELAIN PATUNG
“Di salib ada jin kafir” dan “di dalam patung ada jin kafir” merupakan dua pernyataan Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam ceramah keagamaannya di Pekanbaru. Sempat dipersoalkan oleh segelintir umat kristiani, UAS membela diri bahwa 2 pernyataannya tersebut sesuai dengan aqidah islam (karenanya, UAS menolak untuk minta maaf). Setiap orang muslim dipanggil untuk mewartakan dan melaksanakan aqidah islam. Pembelaan UAS pun diamini oleh Mejelis Ulama Indonesia (MUI). Intisari dari 2 pernyataan UAS itu, yang dikatakan sesuai dengan aqidah islam, adalah patung salib.
Apa aqidah islam tentang patung, dan dari mana dasarnya? Pendasaran aqidah
islam tentang patung terdapat dalam Hadis
Sahih Muslim. Beginilah kutipannya, “Angels do
not enter a house in which there is a dog or a statue.” (HS. Muslim
24: 5250). Kutipan kalimat tersebut berasal dari perkataan Nabi Muhammad, yang
dilaporkan oleh Abu Talha. Lewat hadis ini mau dikatakan bahwa patung itu
dilarang dalam agama islam. Atau dengan perkataan lain, umat islam dilarang
memiliki dan menyimpan patung. Inilah aqidah islam.
Bagaimana bila berdiri dekat patung atau menyentuh patung? Apakah hal ini
juga dilarang?
Memang bila hanya mendasarkan diri pada hadis di atas orang tidak akan
dapat memahami 2 pernyataan UAS yang kontroversial. Dalam hadis tersebut hanya
disebutkan patung. Tidak ada penjelasan tentang jenis, bentuk
atau pun model patung itu. Jadi, tidak ada rincian soal patung seperti apa yang
dilarang dalam ajaran islam. Yang jelas dan pasti adalah patung. Selain
itu, tidak jelas kaitan antara patung dan jin kafir. Mungkin karena patung itu
dilarang, dan berhubung juga jin merupakan salah satu sosok halus yang jahat
(apalagi dengan tekanan kafir), maka dihubungkanlah patung
dengan jin. Apakah setiap patung itu ada jin kafir, ataukah disetiap larangan
yang sesuai aqidah islam ada jin kafir?
Selain patung, apa saja aqidah islam lainnya? Berikut ini disampaikan
aqidah islam yang berupa larangan, yang wajib diikuti oleh setiap umat islam.
Kami mengambilnya dari Hadis Sahih Muslim, khususnya Kitab Al-Libas
wa’l-Zinah (Bk. 24). Sumber hadis adalah spoken
Islamic center (hlm. 1321 – 1354).
1. Wadah dari emas dan perak. Bab 1 dari kitab
Al-Libas wa’l-Zinah, nomor 5126 – 5167, berisi larangan bagi umat islam untuk
menggunakan wadah yang terbuat dari bahan emas dan perak. Wadah ini bisa dalam
bentuk alat untuk minum (cangkir atau botol), makanan (piring, mangkok, dll).
Jadi, dengan hadis ini umat islam tidak boleh memiliki cangkir, botol, piring,
mangkok atau wadah lainnya yang terbuat dari emas dan perak. Apakah di sana ada
jin kafir? Mungkin UAS dapat menjawabnya.
2. Pakaian berwarna kuning. Kitab Al-Libas
wa’l-Zinah membahas larangan bagi pria islam mengenakan pakaian berwarna
kuning. Larangan ini ada dalam bab 3 (no. 5173 – 5178). Pakaian di sini dapat
dimaknai dengan baju (kemeja atau kaos), celana, jas atau jeket. Jadi, apapun
jenisnya, seorang pria islam tidak diizinkan memakai yang berwarna kuning.
Nomor 5173, 5175 dan 5177 menyinggung soal pakaian yang dicelupkan dalam
larutan kunyit. Mungkin warna kuning yang berasal dari warna kunyit. Apakah
dalam pakaian warna kuning ada jin kafir? Mungkin UAS atau ustadz lainnya bisa
menjawab. Akan tetapi, beranikah UAS menyampaikan aqidah islam ini dengan
mengaitkan Partai Golkar, dimana hampir semua pengurus dan kadernya yang muslim
sering mengenakan pakaian berwarna kuning?
3. Makan dengan tangan kiri. Umat islam, entah itu
perempuan maupun laki-laki, dilarang makan dengan menggunakan tangan kiri.
Dengan kata lain, kalau mau makan WAJIB memakai tangan kanan. Larangan ini
didasarkan pada hadis Muslim no. 5234. Dapat dikatakan bahwa hadis ini MEMAKSA
umat islam untuk memakai tangan kanan saat makan; tak peduli apakah seseorang
itu kidal atau tidak. Mungkin di tangan kiri ada jin kafir, yang membuat makanan
menjadi haram atau najis. Namun jika memang benar di tangan kiri ada jin kafir,
apakah berarti tangan kiri harus dipotong saja? Karena kalau tidak, berarti
umat akan selalu hidup dengan jin kafir. Atau, kenapa pula Tuhan menciptakan
manusia dengan tangan kiri jika di tangan kiri ada jin kafir. Karena itu, UAS
harus memberitahukan aqidah islam ini ke umat islam.
4. Pakaian sutra. Agama islam melarang umat islam
mengenakan pakaian berbahan sutra. Karena larangan ini tidak dibatasi pada kaum
pria saja, maka pakaian di sini dapat juga dimaknai dengan pakaian wanita
(dalam maupun luar), jilbab, dll. Dasar dari pelarangan ini ada dalam hadis
Muslim no. 5176 dan 5178. Apakah dalam pakaian sutra ada jin kafir? Mungkin UAS
perlu menyampaikan kajian islamnya.
5. Cincin emas. Larangan lain yang terdapat dalam
HS. Muslim adalah larangan mengenakan cincin emas. Larangan ini dapat saja
berlaku untuk kaum pria maupun wanita. Pendasaran dari larangan ini adalah HS.
Muslim no. 5176 dan 5178. Jadi, dengan hadis ini setiap umat islam, baik
laki-laki maupun perempuan, tidak boleh mengenakan cincin emas. Mungkinkah di
dalam cincin emas ada jin kafir? Silahkan tanya pada UAS atau ustadz lainnya.
Selain itu, UAS harus lebih intens lagi mewartakan aqidah islam ini karena tak
sedikit umat islam mengenakan cincin emas.
6. Anjing. Semua umat islam dilarang untuk mempunyai atau
memelihara anjing di dalam rumahnya. Hal ini didasarkan pada hadis Muslim no.
5246, 5248, 5249 dan 5250. Dalam hadis tidak disebutkan jenis, model ataupun bentuk
anjing. Yang dikatakan dalam hadis HANYA anjing. Memang dalam no. 5246 dan 5248
disebutkan anak anjing, tapi jenis, model dan bentuknya tidak dijelaskan. Jadi,
dengan hadis ini umat islam tidak boleh memiliki atau memelihara anjing.
Mungkinkah dalam sosok anjing juga ada jin kafir? UAS mungkin dapat
menjawabnya. Selain itu, UAS harus lebih sering lagi menyampaikan aqidah
islam ini mengingat tak sedikit umat islam mempunyai anjing peliharaan di
rumahnya
7. Cincin perak. Tidak hanya cincin emas yang dilarang
dalam ajaran islam, tetapi juga cincin berbahan perak. Hal ini didasarkan pada
HS. Muslim no. 5219 dan 5220. Memang dalam dua nomor hadis ini tidak jelas
dikatakan larangan tersebut, namun di sana dikatakan bahwa Nabi Muhammad
membuang cincin peraknya. Peristiwa ini ditafsirkan sebagai larangan, sehingga
umat islam pada waktu itu ikut membuang cincin perak yang mereka miliki.
Mungkin Muhammad menyadari bahwa ada jin kafir dalam cincin perak sehingga dia
membuangnya. UAS harus lebih intens lagi mewartakan aqidah islam ini mengingat
banyak umat islam yang tak mengindahkan larangan ini.
8. Gambar. Agama islam melarang umat islam menyimpan atau
memajang gambar di dalam rumahnya. Pendasaran dari larangan ini ada pada HS
Muslim no. 5246, 5248, 5249, 5254 dan 5266. Sama seperti aqidah islam tentang
anjing dan patung, aqidah tentang gambar pun tidak dijelaskan secara rinci.
Hadis sama sekali tidak menyebutkan gambar seperti apa yang dilarang. Dalam
hadis no. 5264 diceritakan tentang carpet Aisah yang bergambar
namun akhirnya dibuang oleh Muhammad; dan dalam no. 5256 (masih dengan tokoh
Aisah) ada gambar kuda bersayap. Yang jelas dan pasti, aqidah islam mengajarkan
supaya umat islam tidak menyimpan atau memajang gambar di dalam rumahnya.
Mungkin di sana ada jin kafir. Karena itu, UAS harus lebih lantang lagi
mewartakan aqidah islam ini mengingat ada banyak umat islam memajang gambar di
dinding rumahnya.
9. Foto atau potret. Setiap umat islam dilarang untuk
memiliki, menyimpan dan memajang foto di dalam rumahnya. Larangan ini
didasarkan pada HS Muslim no. 5254. Dalam hadis memang disebut potret. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘potret’ dipahami sebagai (1) gambar yang
dibuat dengan kamera; foto; (2) gambar, lukisan. Definisi kedua sama seperti
aqidah islam tentang gambar (bdk. HS. Muslim 24: 5256), sedangkan makna pertama
adalah yang umum dipahami orang. Jadi, melalui hadis ini, umat islam tidak
boleh mempunyai, menyimpan dan memajang foto di dalam rumahnya. Ini merupakan
aqidah islam. UAS harus tak henti-hentinya menyampaikan aqidah islam ini karena
tak sedikit umat islam mempunyai dan memajang gambar foto di dalam rumahnya;
bahkan di kantor MUI sendiri ada gambar foto presiden dan wakil presiden.
10. Lonceng. Aqidah islam melarang umat
islam untuk mempunyai atau menggunakan lonceng. Dua nomor hadis Muslim ini,
yaitu no. 5277 dan 5279 menyatakan larangan terhadap lonceng karena lonceng
adalah musik setan. Jadi, jelas dikatakan bukan jin kafir, tetapi setan sebagai
musuh Allah. Lonceng di sini tidak hanya sebatas benda berbentuk wadah terbalik
dan di dalamnya ada bandul untuk dipukulkan atau diadukan ke wadahnya sehingga
menghasilkan bunyi atau suara. Lonceng juga dapat dimaknai dengan bell yang
biasa dipasang di rumah-rumah, yang terhubung dengan listrik, bila ditekan akan
berbunyi. Jika lonceng seperti ini juga masuk kategori aqidah islam, maka UAS
harus lebih intens lagi mewartakan aqidah islam ini mengingat banyak
rumah-rumah umat islam yang berada dipasang lonceng/bell.
11. Kepala botak. Bab 23 Kitab Al-Libas
wa’l-Zinah (nomor 5289 – 5292) membahas soal larangan berkepala botak. Sebagian
orang dapat memahami larangannya ini: jenggot saja wajib dipelihara, apalagi
rambut kepala. Kepala botak ini bisa karena rambut rontok, bisa juga karena
dipangkas botak. Kenapa kepala botak dilarang? Mungkin kepala botak dikaitkan
dengan jin yang biasa berkepala botak (bandingkan dengan film-film, dimana jin
selalu ditampilkan botak). Yang pasti, para ustadz atau UAS dapat menjelaskan
aqidah ini kepada umat, mengingat ada juga umat islam yang berkepala botak.
Mungkin mereka belum tahu soal aqidah islam ini. Dan bagaimana orang, yang
karena pengobatan berdampak pada rontoknya rambut? Sekali lagi, mungkin hanya
UAS yang dapat menjawabnya.
12. Rambut palsu. Umat islam
tidak hanya dilarang berkepala botak, tetapi juga dilarang menggunakan rambut
palsu (wig). Larangan, yang dikhususkan bagi kaum perempuan, ini terdapat dalam
Kitab Al-Libas wa’l-Zinah, bab 25, nomor 5295 – 5309. Dalam dua nomor, yaitu
5295 dan 5297 dikatakan bahwa orang yang memakai rambut palsu dikutuk Allah.
Jadi, tidak sekedar ada jin kafir (?) dalam rambut palsu itu, tetapi juga
dikutuk Allah. Kiranya aqidah ini perlu disampaikan UAS kepada umat islam tanpa
harus sembunyi-sembunyi; secara khusus kepada para artis muslimah, karena tak
sedikit dari mereka, demi penampilan, mengenakan rambut palsu.
DEMIKIANLAH 12 aqidah islam menurut Hadis Sahih Muslim, yang terdapat dalam
Kitab Al-Libas wa’l-Zinah. Sebenarnya masih ada beberapa aqidah lain lagi, seperti
larangan mengenakan jeket dari Yaman atau cincin stempel dari emas, dll.
Sekedar diketahui, Kitab Al-Libas wa’l-Zinah terdiri dari 27 bab, dan setiap
bab merupakan larangan yang masuk dalam kategori aqidah. Namun kami merasa
aqidah-aqidah tersebut kurang relevan untuk masyarakat islam di Indonesia saat
ini. Dua belas aqidah di atas sangat bersentuhan dengan kehidupan umat islam di
Indonesia.
Mengingat ada banyak umat islam “melanggar” larangan aqidah di atas,
bagaimana dan apa ajaran islam terhadap mereka? Umat islam yang tidak
melaksanakan aqidah islam, misalnya mengenakan cincin emas/perak, memajang foto
di rumah, memakai baju berwarna kuning, dll, dimasukkan dalam kelompok
kaum munafik dan fasik. Orang munafik adalah orang
islam, yang secara lahiriah mengaku islam tapi secara batiniah tidak. Sedangkan
orang fasik adalah orang islam yang meninggalkan kewajibannya dan malah
melakukan apa yang diharamkan. Apa pandangan islam tentang kedua kaum ini?
Dalam QS. 9: 84 dinyatakan bahwa orang-orang demikian (orang munafik dan
fasik), jika suatu saat meninggal dunia, tidak boleh dishalatkan. Dan dalam QS.
9: 73 dan QS. 66: 9, ada perintah dari Allah untuk berjihad dan bersikap keras
terhadap kaum munafik. Dikatakan juga dalam dua surah tersebut bahwa pada akhir
zaman tempat kaum munafik adalah neraka; dan QS. 4:145 menyebutkan tempatnya
adalah di neraka paling bawah. Kaum fasik dan kaum munafik disebut sebagai
orang-orang yang rugi (QS. 2: 27; QS. 9: 69). Orang yang rugi adalah orang yang
amal salehnya menjadi sia-sia (QS. 5: 53). QS. 4: 138 mengatakan bahwa kaum
munafik akan mendapat siksaan yang pedih (bdk. QS. 9: 79). Dalam QS. 9: 80
dikatakan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum fasik. Selain
itu, Allah juga akan mengazab atau membinasakan orang munafik (QS. 33: 24; QS. 48:
6; QS. 63: 4), dan memberi kehinaan kepada orang fasik (QS. 59: 5).
Komentar
Posting Komentar