PERANG SUCI: Kisah Detail Perang Salib, Akar Pemicunya dan Dampaknya Kini
Fenomena kekerasan dengan mengatas-namakan agama dan Tuhan
menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi Karen Armstrong. Aksi terorisme dan
fundamentalisme agama menjadi biang banyak perang di belahan bumi ini, tak
terkecuali Israel-Palestina. Keprihatinan Karen Armstrong atas fenomena ini
dituangkan dalam buku-bukunya seperti Jerusalem: One City,
Three Faiths (1996), Battle for God (2000) dan juga Holy War: The
Crusades and Their Impact on Today’s World.
Buku yang terakhir ini, yang menjadi topik pembahasan kita,
pertama kali diterbitkan pada tahun 1988 di Inggris (hlm 9). Karen Armstrong
mengawali ulasannya dari peristiwa Perang Salib pertama yang diserukan oleh
Paus Urbanus II pada tanggal 25 November 1095 (Bab I, hlm 27 – 94). Bagi Karen
Armstrong, Perang Salib ini menimbulkan luka dan kebencian yang tak terdamaikan
pada tiga agama Samawi ini, yang darinya melahirkan prasangka-prasangka (hlm
12). Karen Armstrong menilai bahwa perang salib berkaitan erat dengan konflik
modern dan hubungan yang tegang selama bertahun-tahun di antara agama Yahudi,
Islam dan Kristen. Karena itulah, Karen Armstrong berkesimpulan bahwa “Perang
Salib adalah salah satu sebab langsung dari konflik di Timur Tengah saat ini.”
(hlm 18 – 19).
Tentang bukunya ini, yang edisi bahasa Indonesianya pertama
kali diterbitkan tahun 2003, Karen Armstrong mengakui bahwa bukunya berbeda
dengan buku-buku lain yang juga mengulas perang salib. Sekalipun mengakui
dirinya bukan ahli sejarah yang profesional, namun Karen Armstrong memiliki
modal dalam ilmu teologi dan sastra. Artinya, sekalipun bukunya tidak seperti
buku sejarah lainnya, namun bekal teologi dan sastra membuat bukunya menjadi
menarik (hlm 19 – 21). Ini terbukti dari beberapa pujian yang ada di sampul
belakang buku ini.
Tak kurang tokoh Islam Indonesia, Achmad Syafii Maarif, turut
memberikan komentar pujian. “Melalui karya-karyanya yang menantang selama
sepuluh tahun terakhir, penulis ini tampil sebagai salah seorang pemikir
tentang masalah-masalah keagamaan dan kemanusiaan yang sangat menonjol. Tidak
banyak perempuan sepanjang abad ini yang dikenal melalui karya-karyanya yang
mendalam, konprehensif dan menggoda untuk diikuti.” (Sampul belakang buku edisi
bahasa Indonesia, 2011).
Lepas dari pujian atas karya Karen Armstrong ini, buku ini
tentu tak luput juga dari kelemahan. Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini kami akan menyampaikan beberapa catatan kritis atas
buku ini.
A. Soal Referensi
Pertama sekali harus diakui bahwa referensi untuk buku ini
sungguh luar biasa. Keluar-biasaan itu, seperti yang dikatakan Achmad Syafii
Maarif, membuat isi buku ini mendalam dan konprehensif. Namun kami juga
menyadari keterbatasan kami untuk mengecek referensi-referensi tersebut.
Akan tetapi ada beberapa uraian dalam buku itu yang
seharusnya menyertakan sumber, namun tidak terdapat sumbernya. Tentulah hal ini
sedikit mengurangi kualitas buku ini. Sebagai bukti kami menyebutkan tiga
contoh saja, seperti:
1. Pada halaman 211 tertulis: “Kaum
Muslim yang membaca Alquran ... menyatakan bahwa kaum Yahudi adalah musuh
Islam.... Ayat-ayat itu tentu saja ... berbeda dengan ayat-ayat yang ....”
Kenapa tidak disebutkan referensi ayat Alqurannya? Apakah takut menulisnya karena
akan digunakan orang untuk menyerang islam?
2. Pada halaman 561 tertulis: “Alquran tidak mengizinkan perjanjian damai yang
dapat merugikan Islam ...” Surat apa dan ayat berapa yang menyatakan hal itu?
3. Pada halaman tertulis: “Urban telah
mengatakan ... bahwa memerangi orang Kristen .... kriminal dan memalukan. Ini
selalu menjadi ajaran Kristen sejak masa St. Agustinus.” Mana referensi untuk
membenarkan pernyataan ini?
B. Soal Informasi
Terus terang, membaca buku ini dapat membuka wawasan kita.
Ada begitu banyak informasi yang disampaikan, misalnya
1. Pada halaman 74 dipaparkan soal
praktek razia pada masa awal keislaman. Dari sini kita akhirnya dapat memahami
mengapa FPI atau ormas islam lainnya sering atau suka melakukan razia. Mungkin
ini menjadi dasarnya.
2. Perang suci dalam dunia kristen baru
pertama kali muncul sejak Paus Urbanus menyerukan Perang Salib yang pertama
pada tanggal 25 November 1095 (hlm 94).
3. Kita juga bisa mengetahui perbedaan
antara penaklukan yang dilakukan oleh kekaisaran islam dengan kekaisaran
kristen (hlm 88 – 89). Perbedaan itu terletak pada moralitas pimpinannya. Kalau
kekaisaran islam pemimpinnya bermoral, sedangkan yang kristen tidak.
4. Buku ini juga menyajikan informasi
keragaman Israel yang dapat mengubah pemahaman kita selama ini (hlm 135 – 200).
5. Tentu kita akan kaget kalau dikatakan
bahwa ada banyak pemimpin Arab yang menentang negara Palestina (hlm 207).
6. Pada halaman 207 – 240 kita dapat
mengetahui betapa negara Israel menjadi aib di Timur Tengah. Karena itu, ada
ayat Alquran yang mengatakan bahwa orang Yahudi merupakan musuh islam, sehingga
para penyair Palestina akan mengajak rakyatnya untuk berperang. Namun sayangnya
penulis tidak mengungkapkan kenapa Israel adalah aib di Timur Tengah. Analisa
kami, Israel dilihat sebagai aib, karena keberadaan Israel membuat
ketidak-sempurnaan Timur Tengah sebagai wilayah islam. Artinya, islam
sebenarnya menghendaki agar Timur Tengah seluruhnya adalah daerah islam.
7. Dalam Bab 7 (hlm 435 – 499) kita akan
mengetahui perubahan zionisme menjadi perang suci. Akan tetapi perlu juga
diketahui bahwa ada begitu banyak orang Israel yang mencintai damai dan
menghendaki negara Palestina (hlm 474 – 477, lihat juga 557).
8. Ada informasi sunat pada kaum
perempuan (hlm 532 – 534) dan Albigensisme yang sangat menarik (hlm 605 – 616).
C. Pertanyaan Kritis
1. Dari uraian pada halaman 805, kita
dapat mengajukan pertanyaan: benarkah dukungan terhadap Israel sering diilhami
oleh sebuah hasrat alamiah untuk memperbaiki kesalahan mereka?
2. Kenapa Karen Armstrong tidak
menjelaskan mengapa kekristenan Eropa berubah menjadi agama kasih sejak
revolusi Perancis? Kenapa perubahannya begitu mudah dan permenan? Kenapa islam
masih tetap dengan dunia kekerasannya? Dengan kata lain, kalau kita mengambil
istilah Kitab Suci orang kristen, orang islam masih dalam dunia Perjanjian
Lama, sedangkan orang katolik sudah masuk dalam dunia Perjanjian Baru.
3. Pada halaman 820 secara implisit Karen
Armstrong menilai bahwa perdamaian islam dan Yahudi tergantung pada perdamaian
umat kristen. Kenapa bisa begitu?
D. Penilaian Kritis
1. Bagi orang kristiani, terutama
katolik, membaca kisah Perang Salib dalam buku ini bisa mendapatkan masukan
berharga. Kisah perang salib itu menjadi bahan refleksi sekaligus tamparan
iman. Terus terang uraian tentang perang salib itu sangat memalukan, bukan
karena kekalahannya melainkan karena penyimpangannya. Karena itu benar apa yang
dikatakan oleh Karen Armstrong bahwa Perang Salib merupakan sebuah penyimpangan
dari ajaran Yesus yang penuh cinta damai (hlm. 824).
2. Pada bagian belakang sampul buku, The Boston Phoenix memuji objektivitas uraian buku ini.
Akan tetapi kami melihat bahwa isi buku ini tak lepas dari opini subjektif
penulis. Karen Armstrong tidak menampilkan sejarah apa adanya tetapi malah
jatuh pada subjektivitas pribadi. Subjektivitas penulis terlihat dari
prasangkanya. Pada halaman 813 Karen Armstrong mengkritik Barat (termasuk
kekristenan) jatuh dalam prasangka atas saudaranya islam. Padahal Karen
Armstrong sendiri sudah jatuh dalam prasangka. Ada banyak hal yang bisa membuktikan
hal ini.
a) Dalam menilai peristiwa sejarah Karen
Armstrong memakai sudut pandang yang tidak proporsional. Ada ketimpangan pada
Karen Armstrong dalam menilai sejarah islam dan kristen. Terhadap sejarah
kristen Karen Armstrong sering memakai cara pandang sekarang, sedangkan islam
dengan cara pandang lalu. Misalnya saat menilai kegagalan tentara salib dan
tentara islam.
b) Sering kita temukan bahwa Karen
Armstrong selalu curiga terhadap buku-buku dari penulis kristen yang bernada
negatif tentang islam, sekalipun mereka berdasarkan data dan fakta. Tudingan
Karen Armstrong atas penulis-penulis, yang dinilainya dipengaruhi prasangka
Abad Pertengahan, mau menunjukkan bahwa dirinyalah pemegang kebenaran tentang
islam dan Muhammad. Ada kesan Karen Armstrong melihat islam itu positif dan
ingin memaksakan orang lain menerima pendapatnya.
c) Pada halaman 637 ada perbandingan
(misi Amerika Serikat dengan misi para misionaris) yang mau dipaksakan, atau
perbandingan yang kurang tepat pada halaman 671 – 672 antara Raja Louis IX
dengan Frederick. Hal ini mau menunjukkan subjektivitas penulis.
d) Pada halaman 365 – 366 Karen Armstrong
memuji hidup menikah daripada selibat seperti yang dilakukan para imam
Katolik.
3. Kita bisa mengatakan bahwa penilaian
positif Karen Armstrong atas islam hanya untuk mencari popularitas dan larisnya
penjualan bukunya. Karena itu, buku-buku yang ditulis Karen Armstrong selalu
diincar penerbit islam. Misalnya Sejarah Tuhan, Muhammad, Masa Depan Tuhan dan Berperang Demi Tuhan yang semuanya diterbitkan oleh
penerbit Mizan.
4. Dari uraian buku ini dapat ditarik
satu kesimpulan bahwa Perang Suci menjadi kebijakan islam sedunia dari dulu
hingga sekarang. Seperti yang dikatakan Karen Armstrong bahwa kini para
pemimpin islam berpendapat bahwa perang melawan agresi Barat merupakan
kewajiban islam (hlm 314). Karena itu, jika ada serangan Barat ke Palestina
atau negara islam lainnya di Timur Tengah, umat islam di belahan bumi lainnya,
seperti Indonesia, akan bereaksi. Atau jika ada serangan terhadap agama islam
atau Muhammad, semua umat islam di seluruh dunia akan beraksi.
Akan tetapi kekristenan sudah menghentikan seruan perang suci
itu sejak terjadinya pemisahan negara dan Gereja. Perang Suci hanya menjadi
kebijakan Barat, mungkin hingga kini, tapi bagi Gereja Katolik itu sudah
menjadi bagian masa lalu. Kalau dulu Barat itu identik dengan kekristenan, maka
sekarang harus dipisahkan. Karena itu, seruan Perang Salib Presiden Goerge W
Bush, bukanlah seruan kekristenan, melainkan Barat (termasuk Amerika
Serikat).
Hal ini dapat dibuktikan. Sampai saat ini tidak ada aksi
agresif dari orang kristen yang mewakili agama kristen. Tapi kita masih bisa
menemukan agresifitas orang islam yang mengatas-namakan agamanya. Bahkan
kecurigaan orang islam terhadap orang kristen masih dapat ditemukan. Kita ambil
contoh soal izin membangun rumah ibadah. Orang kristen akan menemukan kesulitan
membangun rumah ibadah di wilayah Indonesia Barat yang mayoritas penduduknya
beragama islam. Akan tetapi orang islam akan mudah mendirikan rumah ibadah dan
pesantren di wilayah Indonesia Timur yang mayoritas penduduknya beragama
kristen, seperti Papua, NTT.
5. Satu hal yang kurang diperhatikan
orang dan luput dari pembahasan Karen Armstrong berkaitan masalah tiga agama
Abraham ini adalah soal adanya spirit kristenisasi dan/atau islamisasi tapi
tidak ada yahudinisasi. Hal ini sebenarnya bisa menjadi latar belakang konflik.
Jika islam menguasai Palestina, maka akan ada proses islamisasi orang kristen
dan/atau yahudi. Hal ini tentu tidak disukai oleh baik kristen maupun yahudi.
Demikian pula jika kristen menguasai Palestina, tentulah orang islam menolaknya
karena akan ada proses kristenisasi. Bagaimana jika yahudi yang berkuasa? Tak
akan ada proses
yahudinisasi atas orang kristen maupun islam, karena keyahudian itu berkaitan
dengan suku. Karena itu, baik orang kristen maupun islam tak perlu merasa takut
dan curiga akan diyahudikan dirinya.
Komentar
Posting Komentar