PROBLEMATIK ALQUR’AN
Akar permasalahan Alqur’an adalah paham Alqur’an sebagai wahyu yang langsung dari Allah, bebas dari tangan-tangan manusia. Apa yang tertulis di dalamnya diyakini sebagai kata-kata Allah sendiri. Keyakinan ini didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Allah mengatakan bahwa Alqur’an adalah wahyu-Nya. Memang harus diakui juga Alqur’an yang ada saat ini tidak sepenuhnya merupakan kata-kata Allah. Setidaknya ada 2 indikasi itu. Penomoran ayat harus diterima sebagai tambahan kemudian yang berasal dari manusia. Tak mungkin saat menyampaikan firman-Nya, Allah menyebut juga nomor ayat. Selain itu, adanya tambahan kata atau frase, yang ditulis dalam tanda kurung, juga harus dipahami sebagai tambahan dari tangan-tangan manusia. Dua hal ini sudah menjadi problem bagi Alqur’an. Jika umat islam biasa menilai kitab suci orang Kristen sudah tak asli karena ada campur tangan manusia, maka dengan cara yang sama haruslah dikatakan juga bahwa Alqur’an sudah tak asli lagi.
Karena Alqur’an diyakini sebagai wahyu
Allah, umat islam percaya bahwa Alqur’an
adalah kitab yang benar, jelas dan sempurna. Dasarnya adalah Allah yang
mewahyukannya adalah mahabenar, mahatahu, mahateliti dan maha sempurna. Akan
tetapi, justru di sini menjadi titik problem Alqur’an. Kejelasan dan kebenaran Alqur’an patut diragukan bila
dihadapkan pada kajian ilmu-ilmu pengetahuan.
Kata
ganti Allah dalam ilmu linguistik. Dalam Alqur’an terdapat 4 kata ganti
Allah, selain ALLAH sendiri, yaitu AKU, KAMI, DIA, ENGKAU. Memang, selain
keempat kata ganti itu, masih bisa juga ditemui kata ganti kepunyaan, seperti
–KU dan –NYA. Pertama-tama harus dipahami bahwa Allah yang berbicara memakai
kata AKU, KAMI, DIA dan ENGKAU, sebagai ganti Allah. Kata “Aku” tentulah dapat
dipahami sebagai Allah yang berbicara, tapi tidak dengan kata “Dia” dan
“Engkau”. Dua kata ini hendak menunjukkan Allah yang lain, yang bukan sedang
berbicara. Sementara itu telaah atas kata “Kami” ditemukan bahwa kata itu
merupakan bentuk jamak, yang merujuk pada AKU dan DIA. Jadi, dari kajian
linguistik atas kata ganti Allah ini dapat dijumpai 2 kesimpulan berikut: Allah
islam lebih dari SATU, yaitu Allah yang berbicara dan Allah lain yang disebut
oleh Allah yang berbicara. Jika umat islam bersikukuh mengatakan Allahnya SATU,
maka haruslah dikatakan Allah itu tidak konsisten dan tak jelas.
Alqur’an dalam kajian ilmu
biologi. Dikatakan bahwa Alqur’an adalah keterangan dan
pelajaran bagi umat islam. Salah satu keterangan atau pelajaran yang diberikan
Allah adalah soal asal usul manusia. Topik ini bukan dalam konteks kisah
tentang terjadinya Adam dan Hawa, tetapi manusia sekarang ini. harus diakui
bahwa informasi asal usul manusia menurut Alqur’an,
selain tidak jelas karena berbeda-beda dari satu surah ke surah yang lain, juga
bertentangan dengan ilmu biologi. Secara garis besar, asal usul manusia menurut
Alqur’an dapat digambarkan
sebagai berikut: dari air mani dicampurkan dengan tanah dan segumpal darah lalu
ditempatkan dalam rahim. Informasi Alqur’an
ini tidak sejalan dengan ilmu biologi. Asal usul manusia dari pertemuan antara
sel ovum dan sel sperma. Air mani tidak sama dengan sperma. Yang berperan
adalah sperma bukan air mani. Masak
Allah yang mahatahu dan mahateliti tidak bisa membedakan antara sperma dan air
mani? Selain itu tidak pernah ada unsur tanah dalam proses jadinya manusia. Tentulah
para ahli biologi dibuat bingung oleh Allah: kapan tanah dimasukkan ke dalam
rahim? Apakah bersamaan saat bersetubuh atau sebelumnya atau sesudahnya? Di
samping itu juga biologi juga menyatakan bahwa saat terjadi pembuahan belum ada
darah; semuanya murni sel ovum dan sel sperma. Telaah dari ilmu biologi
melahirkan kesimpulan:
a. Allah
yang menyampaikan wahyu ini tidak konsisten dan tidak jelas
b. Allah
yang menyampaikan wahyu ini bukan Allah yang mahatahu, tapi Allah yang sok
tahu.
c. Baik
Allah maupun Alqur’an
adalah salah.
Alqur’an dalam kajian ilmu
alam. Ada 2 tema Alqur’an yang menarik untuk disandingkan dengan
ilmu alam. Pertama, soal geosentris.
Allah mengatakan matahari beredar pada orbitnya mengelilingi bumi, padahal dari
ilmu alam dinyatakan bahwa bumilah yang beredar mengelilingi matahari. Dewasa
ini teori geosentris sudah ditinggalkan, dan diganti dengan heliosentris. Kedua, soal hujan. Di beberapa surah
Allah mengatakan hujan turun dari langit, tapi di surah-surah lainnya Allah
mengatakan hujan turun dari awan. Ilmu alam tentulah mendukung yang kedua,
karena tidak akan pernah ada hujan tanpa ada awan. Telaah dari ilmu alam atas Alqur’an melahirkan kesimpulan:
a. Allah
yang menyampaikan wahyu ini bukan Allah yang mahatahu, tapi Allah yang sok
tahu.
b. Allah
bertentangan dengan diri-Nya sendiri.
c. Baik
Allah maupun Alqur’an
adalah salah.
Alqur’an dalam kajian ilmu
sejarah. Dalam Alqur’an
Allah mengatakan bukan Yesus yang mati di salib, padahal sejarah dunia mencatat
yang mati di salib adalah Yesus. Berita kematian Yesus di salib tidak hanya
didapat dari sumber Kristen, tetapi juga dari non Kristen. Baik sumber Kristen
dan non Kristen sama-sama berasal dari abad pertama, tidak lama dengan
peristiwa penyaliban Yesus (tahun 33 Masehi). Sementara wahyu Allah yang
menyatakan bukan Yesus yang di salib baru muncul pada abad ketujuh; selisih
hampir 600 tahun. Telaah dari ilmu sejarah atas Alqur’an melahirkan 2 kesimpulan,
yaitu Allah yang menyampaikan wahyu ini bukan Allah yang mahatahu, tapi Allah
yang sok tahu. Bagaimana mungkin Allah yang mahatahu bisa keliru menyampaikan
berita yang sudah diyakini orang selama 600 tahun. Kesimpulan kedua adalah baik
Allah maupun Alqur’an
adalah salah.
Demikian
persoalan-persoalan yang ada dalam Alqur’an.
Dari 4 kajian ilmu-ilmu pengetahuan atas Alqur’an,
dapat ditarik kesimpulan:
a. Alqur’an bukanlah wahyu Allah,
karena tidak bisa Allah yang mahabenar dan mahatahu itu salah atau keliru.
b. Alqur’an merupakan rekayasa
manusia, yang bernama Muhammad.
Apabila
2 poin di atas ini diterima sebagai satu kebenaran, maka dapat ditemui lagi
satu kesimpulan lain. Kesimpulan ini bisa terbilang sangat ekstrem.
Dipersilahkan kepada pembaca untuk menemukannya.
Komentar
Posting Komentar