PENGANTAR KEPADA PENGENALAN ALQUR'AN
Alqur'an terdiri dari 114 surah. Dalam kenyataannya, buku itu sendiri acak, membingungkan, suatu koleksi ayat-ayat yang tidak terlalu terkait satu sama lain yang masing-masing diberi nomor, walaupun tidak sesuai dengan kronologis. Komposisi keseluruhannya bervariasi dalam gaya tulisan – ayat-ayat Makkiyyah dinilai puitis dan megah, dengan rasa kerendahan-hati yang samar-samar, sementara ayat-ayat Madaniah (setelah Muhammad diusir) lebih militan, penuh aturan, dan totaliter. Ayat Madaniah adalah ayat dimana kita dapatkan tulisan-tulisan yang mengandung kebencian akan Yahudi, Kristen dan etnis minoritas yang menjadi bagian dari kebijakan Islam.
Di dalam Islam, pengindoktrinasian psikologis dimulai dari usia yang sangat
muda. Di negara Islam, anak-anak ‘dipaksa’ masuk ke sekolah-sekolah pengajian Alqur'an
dan suatu sistem dogmatis yang membuat mereka tetap terpaku ketat di dalam
ajaran buku yang tertentangan dengan keilmiahan tersebut, dan berisi sentimen
anti Yahudi-Kristen. Inilah sebabnya hampir mustahil seseorang meninggalkan
ajaran sesat ini setelah ajaran islam menjadi darah-dagingnya, menjadikannya
seorang dengan identitas Islam yang melebihi identitasnya sebagai bagian dari
sebuah bangsa, dari sebuah ideologi, dari sebuah etos …, dan tentu saja, lebih
dari hati nurani.
Ketakutan memainkan peran penting di dalam indoktrinasi mereka, dan tidak
ada grup aliran pemujaan manapun yang dikenal dengan ajaran untuk ‘mencintai
pemimpinmu hingga ajal’. Ekspansi Islam bertitik tolak dari prinsip ‘takuti lah mereka
sampai mati.’ Ada lebih dari 300 ayat yang berkaitan dengan Allah dan
ketakutan, sementara hanya 49 yang berkaitan dengan ‘kasih’. Ajaibnya, 39 dari
kata kasih ini berkonotasi negatif, mengajarkan muslim untuk mencintai materialisme,
uang, kekuasaan, dan status. Sama juga, ada 25 ayat yang mendetailkan bagaimana
Allah tidak mengasihi non muslim.
Kasih di dalam Alqur'an sangat plin plan. Kasih dalam Islam hanya diberikan
ke seseorang bila orang itu juga seorang muslim dan membalas kembali kasihnya.
Secara keseluruhan, dari 6666 ayat dalam Alqur'an, hanya 5 ayat yang berkaitan
dengan hal non materialistik dan kasih tanpa syarat. Dari 5 ini, 3 merujuk pada
mencintai hanya muslim sementara yang ke-4 memerintahkan kasih kepada Allah. Yang
terakhir merujuk kepada pemberian yang diberikan secara terang-terangan hanya
kepada orang muslim saja. Dapat dipahami mengapa sekarang wanita muslim menolak
untuk berjabat-tangan dengan orang non muslim.
Alqur'an dibuat sebagai alat untuk menonjolkan ego orang-orang yang sombong.
Penelitian menunjukkan bahwa orang muslim yang kaya menyerahkan hartanya demi
hidup untuk berjihad bagi Islam, tanpa diragukan lagi untuk mengamankan tempat
mereka di sorga. Lagi pula, Islam mengajarkan kalau tidak dapat membeli jalan
ke sorga kekal dengan harta, orang bisa membelinya dengan mengorbankan darah
sendiri.
Dalam Alqur'an, ada puluhan ayat yang secara jelas mengumandangkan
sistem apartheid menurut Islam. Alqur'an dikenal sangat
meninggikan orang muslim di atas orang-orang lain, karena buku tersebut
menyatakan “Engkau (orang muslim) adalah yang terbaik dari orang-orang”, “(non
muslim) adalah yang terburuk dari semua ciptaan.” Bagaimanapun, hingga
hari ini pembela muslim dengan licik berusaha untuk menutupi ayat itu.
Sentimen anti Kristen juga sangat ditekankan di dalam Alqur'an, dengan
mengajarkan bahwa penyaliban Yesus tidak pernah terjadi. Akan tetapi,
pilar teologi Islam ini jelas sebagai suatu kebohongan karena terbukti selain
Alkitab ada tulisan lain yang ditulis orang Romawi dan Yahudi yang
mendokumentasikan penyaliban Yesus dan kebangkitan-Nya. Alqur'an mengajarkan
bahwa Allah secara ajaib menyelamatkan Yesus dengan cara menukar dengan
kembaran-Nya. Tidak ada penjelasan dalam Alqur'an mengapa Allah kemudian
memutuskan untuk menyelamatkan hidup Yesus. Tentu saja, jawaban paling mudah
adalah Muhammad membenci gagasan bahwa Tuhan menebus dosa umat manusia dengan
cara mengorbankan diri. Sesungguhnya, kasih Yesus yang sangat nyata membuat
Muhammad tampak amat sangat tidak berarti, dan menunjukkan bahwa Muhammad tidak
sanggup mengasihi. Seseorang akan paham mengapa penganiayaan orang Kristen
tidak pernah surut di negeri-negeri Islam.
Bahkan orang Yahudi pun tidak luput dari penganiayaan. Tersebar di dalam Alqur'an
suatu tema utama tentang dendam kesumat yang muncul dari tuduhan Muhammad bahwa
orang Yahudi ini mengubah firman Allah. Menurut sang ‘nabi’, orang Yahudi dulu
adalah orang muslim yang kemudian membuang ke-islaman-nya …, entah karena sebab
apa. Dengan melihat bahwa Yahudi pun termasuk agama monoteis seperti Islam,
nampak tidak ada alasan yang pasti kenapa mereka menolak, dan dengan demikian
juga tidak seorang pun muslim yang dapat menjelaskan kepercayaan Muhammad yang
tidak masuk akal itu.
Konsep jihad Islam yang dikenal juga disahkan oleh 164 ayat yang merinci
dengan jelas bagaimana cara umat muslim dapat menghukum musuh mereka, dan
bagaimana cara membagi harta rampasan perang. Hingga kini para pembom bunuh
diri, dan juga para mujahidin (sebutan untuk orang yang ber-jihad) ber-tilawad dan
di depan umum membawa buku Alqur'an ketika melakukan perbuatannya. Sekalipun
umat muslim ‘moderat’ menganggap jihad adalah islam yang sesat, kenyataannya
tidak ada ayat dalam Alquran untuk menghentikan jihad, yang membuat orang
muslim dan non muslim saling menghormati.
Terlebih lagi, ada ‘hukum yang dapat membatalkan sesuatu yang sudah
terlebih dulu menjadi hukum’, suatu aturan yang dikarang Muhammad kalau suatu
ketika terbukti ‘wahyu’ yang didapatinya bertentangan dengan ‘wahyu’ lain yang
sudah sempat diordinasikan, yang terlanjur menjadi surat perintah yang
dilaksanakan oleh pengikutnya. Akibatnya, Muhammad mewahyukan bahwa bila ada
ayat baru yang bertentangan dengan ayat sebelumnya, jika dianggap ayat tersebut
lebih ‘baik’, maka ayat tersebut langsung membatalkan ayat sebelumnya.
Sebagai contoh, jika Alqur'an memerintahkan orang muslim untuk menghina,
mem-bully, memeras, dan mencuri milik orang kafir, maka ayat yang
penuh intoleransi tersebut akan terus berlaku sampai suatu ayat baru
di’wahyu’kan. Sayangnya, Muhammad meninggal sebelum me-‘wahyu’-kan satu ayatpun
yang dapat dipakai untuk perdamaian dunia. Dan karena tidak ada seorang pun,
baik kalifah, imam ataupun ayatollah, yang bisa menambahkan ayat ke dalam Alqur'an,
maka situasinya akan seperti suatu hal yang terus diperdebatkan. Tidak ada
seorang pun ahli teologi Islam yang dapat menggunakan tafsir untuk menenangkan
gelombang kekerasan yang diperintahkan Alqur'an yang pokok isinya penuh dengan
ketidak-sukaan dan intoleransi terhadap semua orang non muslim.
Akan tetapi, walaupun sifat Muhammad plin plan, bejat dan munafik, Alqur'an
tetap saja terus mengatakan bahwa Muhammad adalah “suri teladan yang baik”, dan
“benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Sangat ironis bahwa ayat-ayat
ini dibacakan kepada para pengikutnya demi dirinya sendiri, menunjukkan betapa
liciknya Muhammad, sangat ingin disanjung dan berkepribadian angkuh. Bagi orang
muslim, Alqur'an adalah sesuatu yang tidak dapat dibicarakan, firman Allah yang
tak terbantahkan. Walaupun hal ini menjadi suatu permasalahan bagi Islam
manakala ada kritik yang menunjukkan adanya suatu perbedaan di dalam tulisan
atau teologi Islam.
Ada puluhan pembela Islam telah didebat, diteliti dan telah skak-mat terjebak
antara ketidak-rasionalan Islam dan logika. Namun tentu karena telah dicekok
indoktrinasi mental selama bertahun-tahun para pembela Muslim tidak akan pernah
mengakui kalau Alqur'an itu mengandung kekeliruan, ketidak-konsistenan, dan
isinya saling bertentangan, sekalipun ada bukti yang tidak terbantahkan. Malah
mereka menolak semua bukti tersebut, menyatakan bahwa Alqur'an tetaplah firman
Allah – dan semua kritikan – adalah suatu kebohongan terhadap Islam.
Dengan mempertimbangkan bahwa keseluruhan Alqur'an dibuat oleh banyak
penulis, dan bahwa Muhammad tidak bisa baca, hal ini membuat banyak orang
meragukan keaslian dari tulisannya. Terlebih lagi ketika kesaksian Alqur'an berlawanan
dengan arkeologi yang telah diketahui dunia, ilmu pengetahuan, dan bukti
sejarah. Inilah buku yang menjelaskan bahwa ketidak-rasionalan dan topeng
kepalsuan menjadi baik dan benar.
Alqur'an tidak dapat dibaca secara urut. Untuk mengerti Alqur'an dalam
konteks sejarah Islam, seorang pembaca harus secara silmutan mempelajari juga
Hadis. Bahkan penulis Islam terkemuka Maududi sendiri mencatat
bahwa tanpa hadis tidak akan mungkin memahami Alqur'an.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa Alqur'an adalah pikiran orang bingung yang
dituliskan di atas kertas.
Komentar
Posting Komentar