BENARKAH ISIS BUKAN ISLAM?
KOMPAS,
14 Maret 2015, menampilkan tulisan Ali Mustafa Yaqub, imam besar Masjid
Istiqlal. Judul tulisannya adalah “NIIS, Khawarij, dan Terorisme”. Tulisan
menarik ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembelaan terhadap agama islam.
Sebenarnya pembelaan ini sudah banyak kali muncul, semenjak kehadiran kelompok
teroris Al Qaeda. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada yang baru dalam
tulisan tersebut.
Akan tetapi, tulisan tersebut, sebagaimana tulisan-tulisan
lain yang sejenis, masih menyisahkan kebingungan. Satu hal yang membuat bingung
akhirnya melahirkan pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini. Selain
kebingungan, dalam tulisan Mustafa terdapat satu hal, yang bagi saya, terkesan
lucu.
Dikatakan lucu karena, untuk membela agama islam,
Mustafa malah semacam melemparkan persoalan radikalisme ini kepada penganut
agama lain. Ali Mustafa menulis, “Sebab, terorisme dapat datang dari pemeluk
agama mana saja…” Argumentasi ini mirip seperti argumen seorang anak yang
kedapatan menyontek saat ujian. Ketika ditanya gurunya, ia berkata, “Orang lain
juga nyontek, koq!”
Pernyataan Mustafa ini terkesan menutupi persoalan
utama: kaitan agama islam dan terorisme. Memang penulis mengatakan bahwa
sejatinya terorisme tak ada kaitannya dengan agama. Tapi, benarkah demikian?
Pernyataan Mustafa di atas perlu dikritisi. Tak bisa
dipungkiri bahwa pernyataan itu benar: terorisme bisa muncul dari pemeluk agama
mana saja (harap bisa bedakan antara agama dan pemeluk agama). Terorisme bisa
dilakukan oleh pemeluk agama Islam, Kristen, Buddha dan lainnya. Akan tetapi,
perlu diketahui bahwa landasan terorismenya berbeda. Aksi teror yang dilakukan
oleh kelompok islam dilandasi pada ajaran agamanya. Ada banyak buku yang
menyatakan hal ini, seperti Sejarah Teror dan Kudeta Mekkah. Karena itu, sekitar
bulan September 2013 lalu, Pemerintah Rusia mengeluarkan perintah untuk
membakar Al Quran, karena kitab itu dinilai menciptakan radikalisme yang
mengarah pada terorisme. Berbeda dengan pemeluk agama lain. Jika orang Kristen
atau Buddha melakukan terorisme, bisa dipastikan mereka melanggar ajaran
agamanya, karena tidak ada ajaran untuk melakukan hal itu.
Berkaitan dengan konteks ajaran agama, sangat menarik
kalau kita kritisi pernyataan Mustafa lainnya. Dia menulis, “…, mengaitkan NIIS
dengan agama islam akan melahirkan kesimpulan yang salah, karena islam adalah
ajaran yang tertulis dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW…” Hal inilah
yang membuat banyak orang bingung.
Melalui pernyataannya di atas setidaknya ada dua poin
yang hendak disampaikan kepada publik. Pertama, NIIS (atau ISIS dan aksi
kelompok teroris lainnya) bukanlah agama islam. Dengan kata lain, tidak ada
kaitan antara ISIS dengan agama islam. Kedua, agama islam adalah ajaran
yang tertulis dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Dua hal ini menjadi
sumber pokok ajaran islam.
Untuk poin kedua, semua orang pasti bisa menerima dan
mengakuinya. Memang agama islam bersumber pada Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad
SAW. Akan tetapi, ketika poin kedua ini dikaitkan dengan poin pertama, orang
menjadi bingung. Orang tentu langsung bertanya, benarkah aksi-aksi ISIS atau
juga kelompok radikal lainnya tidak sesuai dengan ajaran islam sebagaimana yang
tertuang dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW? Karena pada umumnya,
kelompok radikal ini mendasarkan tindakannya pada ajaran agama. Mereka justru
mengklaim kelompoknya menjalankan ajaran islam; dan bahwa merekalah yang paling
benar.
Di sinilah titik kebingungan orang. Di satu sisi ada
sekelompok umat islam mengatakan mereka itu salah karena tidak sesuai dengan
ajaran islam, di sisi lain kolompok islam radikal menilai umat islam yang tidak
mengikutinya adalah islam yang salah. Dan kedua kelompok ini sama-sama
mendasarkan argumentasinya pada Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Persoalan inilah yang tak pernah terjawab. Orang hanya
menulis dan mengatakan (seperti Ali Mustafa Yaqub) bahwa kelompok teroris itu
bukan islam, sementara kelompok teroris itu juga menilai bahwa mereka yang
mengatakan kelompoknya bukan islam adalah bukan islam. Kebanyakan orang hanya
menulis dan mengatakan bahwa kelompok teroris itu tidak berdasarkan ajaran
agama islam, sementara publik menilai bahwa kelompok itu mendasarkan aksinya
pada ajaran islam.
Artinya, di sini ada dua kebenaran. Masing-masing
pihak menganggap diri atau kelompoknya yang paling benar dan menilai pihak lain
yang salah. Karena masing-masing pihak menyatakan dirinya benar, orang non
muslim kebingungan: mana yang benar? Jadi, atas pertanyaan utama kita,
sebagaimana menjadi judul tulisan ini, benarkah ISIS bukan islam?,
dapatlah dipastikan akan muncul dua jawaban. Bagi kelompok ISIS, mereka adalah
islam, sementara yang lain bukan islam; bagi umat islam yang lain, mereka
adalah islam, sedangkan ISIS bukan islam.
Komentar
Posting Komentar