MELIHAT ISI BUKU “PERANG SUCI”
Fenomena kekerasan dengan
mengatas-namakan agama dan Tuhan menjadi suatu keprihatinan bagi Karen
Armstrong. Keprihatinan Karen ini dituangkan dalam bukunya Holy War: The
Crusades and Their Impact on Today’s World, yang pertama kali diterbitkan
pada tahun 1988 di Inggris (hlm 9). Dalam bukunya ini Armstrong memaparkan
kisah detail perang salib dengan akar pemicu dan dampaknya bagi relasi umat
islam dan kristen dewasa ini. Armstrong mengawali ulasannya dari peristiwa
Perang Salib pertama yang diserukan oleh Paus Urbanus II pada tanggal 25
November 1095 (Bab I, hlm 27 – 94). Bagi Armstrong, perang salib ini
menimbulkan luka dan kebencian yang tak terdamaikan pada tiga agama Samawi ini,
yang darinya melahirkan prasangka-prasangka (hlm 12). Armstrong menilai bahwa
perang salib berkaitan erat dengan konflik modern dan hubungan yang tegang
selama bertahun-tahun di antara agama Yahudi, Islam dan Kristen. Karena itulah,
Armstrong berkesimpulan bahwa “Perang Salib adalah salah satu sebab langsung
dari konflik di Timur Tengah saat ini.” (hlm 18 – 19).
Tentang bukunya ini, yang
edisi bahasa Indonesianya pertama kali diterbitkan tahun 2003, Armstrong
mengakui bahwa bukunya berbeda dengan buku-buku lain yang juga mengulas perang
salib. Sekalipun mengakui dirinya bukan ahli sejarah yang profesional, namun Armstrong
memiliki modal dalam ilmu teologi dan sastra. Artinya, sekalipun bukunya tidak
seperti buku sejarah lainnya, namun bekal teologi dan sastra membuat bukunya
menjadi menarik (hlm 19 – 21). Ini terbukti dari beberapa pujian yang ada di
sampul belakang buku ini.
Lepas dari pujian atas karya
Armstrong ini, buku ini tentu tak luput juga dari kelemahan. Tak ada gading
yang tak retak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan disampaikan beberapa
catatan kritis atas buku ini.
A. Soal Referensi
Pertama sekali harus diakui
bahwa referensi untuk buku ini sungguh luar biasa. Keluar-biasaan itu, seperti
yang dikatakan Achmad Syafii Maarif, membuat isi buku ini mendalam dan
konprehensif. Namun perlu juga disadari keterbatasan pembaca, khususnya pembaca
Indonesia, untuk mengecek referensi-referensi tersebut.
Akan tetapi, ada beberapa
uraian dalam buku itu yang seharusnya menyertakan sumber, namun tidak terdapat
sumbernya. Tentulah hal ini sedikit mengurangi kualitas buku ini. Sebagai bukti
disebutkan tiga contoh saja, seperti:
1. Pada halaman 211 tertulis: “Kaum Muslim
yang membaca Alquran ... menyatakan bahwa kaum Yahudi adalah musuh Islam....
Ayat-ayat itu tentu saja ... berbeda dengan ayat-ayat yang ....” Kenapa tidak
disebutkan referensi ayat Alqurannya?
2. Pada halaman 561 tertulis: “Alquran tidak
mengizinkan perjanjian damai yang dapat merugikan Islam ...” Surat apa dan ayat
berapa yang menyatakan hal itu?
3. Ada tertulis: “Urban telah mengatakan
... bahwa memerangi orang Kristen .... kriminal dan memalukan. Ini selalu
menjadi ajaran Kristen sejak masa St. Agustinus.” Mana referensi untuk
membenarkan pernyataan ini?
B. Soal Informasi
Terus terang, membaca buku
ini dapat membuka wawasan pembaca, teristimewa pembaca muslim dan kristiani.
Ada begitu banyak informasi yang disampaikan, misalnya
1. Pada halaman 74 dipaparkan soal praktek
razia pada masa awal keislaman. Dari sini pembaca akhirnya dapat memahami mengapa
FPI atau ormas islam lainnya sering atau suka melakukan razia. Mungkin ini
menjadi dasarnya.
2. Perang suci dalam dunia kristen baru
pertama kali muncul sejak Paus Urbanus menyerukan Perang Salib yang pertama
pada tanggal 25 November 1095 (hlm 94).
3. Pembaca juga bisa mengetahui perbedaan
antara penaklukan yang dilakukan oleh kekaisaran islam dengan kekaisaran
kristen (hlm 88 – 89). Perbedaan itu terletak pada moralitas pimpinannya. Kalau
kekaisaran islam pemimpinnya bermoral, sedangkan yang kristen tidak.
4. Buku ini juga menyajikan informasi
keragaman Israel yang dapat mengubah pemahaman pembaca selama ini (hlm 135 –
200).
5. Tentu pembaca akan kaget kalau
dikatakan bahwa ada banyak pemimpin Arab yang menentang negara Palestina (hlm
207).
6. Pada halaman 207 – 240 pembaca dapat
mengetahui betapa negara Israel menjadi aib di Timur Tengah. Karena itu, ada
ayat Alquran yang mengatakan bahwa orang Yahudi merupakan musuh islam, sehingga
para penyair Palestina akan mengajak rakyatnya untuk berperang. Namun sayangnya
penulis tidak mengungkapkan kenapa Israel adalah aib di Timur Tengah.
Sekedar analisa, Israel dilihat sebagai aib
karena keberadaan Israel membuat ketidak-sempurnaan Timur Tengah sebagai
wilayah islam. Artinya, islam sebenarnya menghendaki agar Timur Tengah
seluruhnya adalah daerah islam.
7. Dalam Bab 7 (hlm 435 – 499) pembaca
akan mengetahui perubahan zionisme menjadi perang suci. Akan tetapi perlu juga
diketahui bahwa ada begitu banyak orang Israel yang mencintai damai dan
menghendaki negara Palestina (hlm 474 – 477, lihat juga 557).
8. Ada informasi sunat pada kaum perempuan
(hlm 532 – 534) dan Albigensisme yang sangat menarik (hlm 605 – 616).
C. Pertanyaan Kritis
1. Dari uraian pada halaman 805, pembaca
dapat mengajukan pertanyaan: benarkah dukungan terhadap Israel sering diilhami
oleh sebuah hasrat alamiah untuk memperbaiki kesalahan mereka?
2. Kenapa Armstrong tidak menjelaskan
alasan kekristenan Eropa berubah menjadi agama kasih sejak revolusi Perancis?
Kenapa perubahannya begitu mudah dan permanen? Kenapa islam masih tetap dengan
dunia kekerasannya? Dengan kata lain, kalau pembaca mengambil istilah Kitab
Suci orang kristen, orang islam masih dalam dunia Perjanjian Lama, sedangkan
orang katolik sudah masuk dalam dunia Perjanjian Baru.
3. Pada halaman 820 secara implisit Armstrong
menilai bahwa perdamaian islam dan Yahudi tergantung pada perdamaian umat
kristen. Kenapa bisa begitu?
D. Catatan Kritis
1. Bagi orang kristiani, terutama katolik,
membaca kisah Perang Salib dalam buku ini bisa mendapatkan masukan berharga.
Kisah perang salib itu menjadi bahan refleksi sekaligus tamparan iman. Terus
terang uraian tentang perang salib itu sangat memalukan, bukan karena
kekalahannya melainkan karena penyimpangannya. Karena itu benar apa yang
dikatakan oleh Armstrong bahwa Perang Salib merupakan sebuah penyimpangan dari
ajaran Yesus yang penuh cinta damai (hlm. 824).
2. Pada bagian belakang sampul buku, The
Boston Phoenix memuji objektivitas uraian buku ini. Akan tetapi pembaca
melihat bahwa isi buku ini tak lepas dari opini subjektif penulis. Armstrong
tidak menampilkan sejarah apa adanya tetapi malah jatuh pada subjektivitas
pribadi. Subjektivitas penulis terlihat dari prasangkanya. Pada halaman 813 Armstrong
mengkritik Barat (termasuk kekristenan) jatuh dalam prasangka atas saudaranya
islam. Padahal Armstrong sendiri sudah jatuh dalam prasangka. Ada banyak hal
yang bisa membuktikan hal ini.
a) Dalam menilai peristiwa sejarah Armstrong
memakai sudut pandang yang tidak proporsional. Ada ketimpangan pada Armstrong
dalam menilai sejarah islam dan kristen. Terhadap sejarah kristen Armstrong
sering memakai cara pandang sekarang, sedangkan islam dengan cara pandang lalu.
Misalnya saat menilai kegagalan tentara salib dan tentara islam.
b) Sering ditemukan bahwa Armstrong selalu
curiga terhadap buku-buku dari penulis kristen yang bernada negatif tentang
islam, sekalipun mereka berdasarkan data dan fakta. Tudingan Armstrong atas
penulis-penulis, yang dinilainya dipengaruhi prasangka Abad Pertengahan, mau
menunjukkan bahwa dirinyalah pemegang kebenaran tentang islam dan Muhammad. Ada
kesan Armstrong melihat islam itu positif dan ingin memaksakan orang lain
menerima pendapatnya.
c) Pada halaman 637 ada perbandingan (misi
Amerika Serikat dengan misi para misionaris) yang mau dipaksakan, atau
perbandingan yang kurang tepat pada halaman 671 – 672 antara Raja Louis IX
dengan Frederick. Hal ini mau menunjukkan subjektivitas penulis.
d) Pada halaman 365 – 366 Armstrong memuji hidup
menikah daripada selibat seperti yang dilakukan para imam Katolik.
3. Pembaca bisa mengatakan bahwa penilaian
positif Armstrong atas islam hanya untuk mencari popularitas dan larisnya
penjualan bukunya. Karena itu, buku-buku yang ditulis Karen selalu diincar
penerbit islam. Misalnya Sejarah Tuhan, Muhammad, Masa Depan
Tuhan dan Berperang Demi Tuhan yang semuanya diterbitkan oleh
penerbit Mizan.
4. Dari uraian buku ini dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa Perang Suci menjadi kebijakan islam sedunia dari dulu hingga
sekarang. Seperti yang dikatakan Armstrong bahwa kini para pemimpin islam
berpendapat bahwa perang melawan agresi Barat merupakan kewajiban islam (hlm
314). Karena itu, jika ada serangan Barat ke Palestina atau negara islam
lainnya di Timur Tengah, umat islam di belahan bumi lainnya, seperti Indonesia,
akan bereaksi. Atau jika ada serangan terhadap agama islam atau Muhammad, semua
umat islam di seluruh dunia akan beraksi.
Akan tetapi kekristenan
sudah menghentikan seruan perang suci itu sejak terjadinya pemisahan negara dan
Gereja. Perang Suci hanya menjadi kebijakan Barat, mungkin hingga kini, tapi
bagi Gereja Katolik itu sudah menjadi bagian masa lalu. Kalau dulu Barat itu
identik dengan kekristenan, maka sekarang harus dipisahkan. Karena itu, seruan
Perang Salib Presiden Goerge W Bush, bukanlah seruan kekristenan, melainkan
Barat (termasuk Amerika Serikat).
Hal ini dapat dibuktikan.
Sampai saat ini tidak ada aksi agresif dari orang kristen yang mewakili agama
kristen. Tapi pembaca masih bisa menemukan agresifitas orang islam yang
mengatas-namakan agamanya. Bahkan kecurigaan orang islam terhadap orang kristen
masih dapat ditemukan. Pembaca dapat ambil contoh soal izin membangun rumah
ibadah. Orang kristen akan menemukan kesulitan membangun rumah ibadah di
wilayah Indonesia Barat yang mayoritas penduduknya beragama islam. Akan tetapi
orang islam akan mudah mendirikan rumah ibadah dan pesantren di wilayah
Indonesia Timur yang mayoritas penduduknya beragama kristen, seperti Papua, NTT.
5. Satu hal yang kurang diperhatikan orang
dan luput dari pembahasan Armstrong berkaitan masalah tiga agama Abraham ini
adalah soal adanya spirit kristenisasi dan/atau islamisasi tapi tidak ada
yahudinisasi. Hal ini sebenarnya bisa menjadi latar belakang konflik. Jika
islam menguasai Palestina, maka akan ada proses islamisasi orang kristen
dan/atau yahudi. Hal ini tentu tidak disukai oleh baik kristen maupun yahudi.
Demikian pula jika kristen menguasai Palestina, tentulah orang islam menolaknya
karena akan ada proses kristenisasi. Bagaimana jika yahudi yang berkuasa? Tak
akan ada proses yahudinisasi atas orang kristen maupun islam, karena
keyahudian itu berkaitan dengan suku. Karena itu, baik orang kristen maupun
islam tak perlu merasa takut dan curiga akan diyahudikan dirinya.
Komentar
Posting Komentar