MUNGKINKAH ADA AGAMA DI BALIK AMBIL PAKSA JENASAH COVID-19
Sejak
bulan Mei hingga kini, setidaknya sudah ada lebih dari 10 kasus pengambilan
paksa jenasah yang diidentifikasi mengidap covid-19. Provinsi paling banyak
kasus ini adalah Provinsi Jawa Timur (Pasuruan, Pamekasan, Gresik, Surabaya)
diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah lain yang ada kasus ambil paksa
adalah Aceh, Mataram dan Ambon. Tak jarang dalam proses pengambilan jenasah itu
cara-cara kekerasan dilakukan. Dan konyolnya, proses pengambilan dan pemakamannya tidak menjalankan protokol kesehatan. Tentulah sangat beresiko. Kalau diperhatikan baik-baik, sebagian besar
peristiwa itu terjadi di daerah dengan mayoritas pemeluk agama islam.
Peristiwa
ambil paksa jenasah covid-19 ini sepertinya bertolak belakang dengan peristiwa
penolakan jenasah covid-19. Setidaknya ada lebih dari 5 kasus penolakan jenasah
covid-19 ini. Mereka yang menolak dilandasi pada ketakutan akan penyebaran
virus covid-19. Dengan kata lain, warga sadar akan bahaya penyakit tersebut. Ketakutan
itu dirasakan berlebihan sehingga menolak pemakaman jenasah covid di
wilayahnya, sekalipun pemakaman itu dilakukan dengan standar tinggi. Artinya,
bahaya penyebaran virus tidak akan terjadi, alias aman.
Berbeda
dengan kasus ambil paksa jenasah. Bukan tidak mungkin mereka yang melakukan hal
tersebut sebenarnya sudah tahu dan sadar akan bahaya yang ditanggung akibat
dari perbuatannya. Setidaknya ada 2 dasar yang melandasi aksi pengambilan paksa
jenasah covid-19 itu. Dasar pertama dan yang paling kuat adalah tidak percaya
proses pemulasaran jenasah covid-19 dengan protokol covid-19. Pihak keluarga
dan juga warga meragukan proses pemulasaran jenasah sesuai dengan tradisi yang
berlaku. Ada sebagian warga percaya bahwa jenasah yang dimakamkan sesuai
protokol covid-19, tidak dimandikan dan diproses sesuai ajaran yang ada.
Dasar
kedua adalah pihak keluarga dan warga tidak percaya kalau jenasah meninggal
karena covid-19. Hal ini disebabkan karena saat dibawa ke rumah sakit,
keluhannya bukanlah covid, melainkan sesak nafas, tensi tinggi, jantung atau
penyakit lainnya. Akan tetapi, ketika meninggal dan setelah dilakukan tes swab,
pihak rumah sakit memvonisnya covid-19. Hal inilah yang meragukan pihak
keluarga dan juga warga. Padahal, covid-19 hanya bisa dilakukan dengan proses
medis, bukan hanya sebatas ucapan belaka, karena virus ini tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang.
Kita
masih bisa menambah dengan satu dasar lain lagi. Fenomena jemput paksa jenasah
covid-19 ini, oleh beberapa ahli, dilihat sebagai bentuk pembangkangan terhadap
pemerintah. Salah satunya adalah Sulfikar Amir, peneliti dan sosiolog bencana
Nanyang Technological University Singapore. Sulfikar mengatakan sejumlah kasus
pengambilan paksa jenasah covid-19 adalah bukti ketidak-percayaan masyarakat
terhadap institusi publik yang mempunyai otoritas untuk menjaga kesehatan.
Dari
tiga dasar di atas, kita bisa sampai ke akar masalah. Menjadi pertanyaan kita
adalah kenapa orang melakukan hal itu sekalipun sudah tahu akibatnya. Kenapa orang
membangkang? Apakah ada sesuatu yang memotivasi mereka sehingga resiko pun
berani ditanggung?
Tak bisa
dipungkiri kalau ada kemungkinan terdapat ajaran agama di sana. Dan yang patut
dicurigai di sini adalah agama islam. Selain karena kejadiannya lebih banyak di
daerah muslim, kita bisa berkaca juga dari kasus penolakan penutupan rumah
ibadah di saat pandemi corona lagi merebak. Beberapa tokoh agama, dalam ceramah
keagamaannya, terang-terangan menolak kebijakan tersebut. Salah satunya adalah
Habib Bahar bin Smith. Dan banyak masjid masih tetap buka sehingga jemaat tetap
melakukan shalat berjamaah. Artinya, umat islam tidak mau mendengarkan
instruksi atau himbauan dari pemerintah. Mereka lebih mendengarkan apa yang
dikatakan tokoh agamanya.
Karena
itulah, terkait kasus pengambilan jenasah covid-19 secara paksa, mungkin ada
suara-suara dari tokoh agama yang mengatakan bahwa pengurusan jenasah
berdasarkan protokol covid-19 tidak sesuai dengan ajaran islam. Apalagi jenasah
dimakamkan dengan menggunakan peti, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan
tradisi islam (karena itulah, pada kasus di Pasuruan, peti jenasah dibanting-banting
sebelum dibuang). Bukan tidak mungkin ada suara yang mengatakan bahwa pengurusan
jenasah berdasarkan protokol covid-19 tidak sah, dan karena tidak sah maka
arwahnya akan ditolak di sorga. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang
akhirnya memicu orang untuk melakukan kekerasan dalam mengambil jenasah
covid-19 dan melakukan pemakaman sesuai dengan ajaran agamanya.
Jadi,
masalah pengambilan paksa jenasah covid-19 ini terkait dengan KEPERCAYAAN. Warga
lebih percaya pada agama daripada pemerintah. Sekalipun pemerintah sudah
mensosialisasikan sejelas mungkin, namun karena warga lebih percaya pada
kata-kata tokoh agamanya (kyai atau ustad), maka sia-sialah usaha tersebut. Sesuatu
yang memotivasi warga untuk melakukan tindakan nekad itu adalah tokoh agama dan
ajaran agama, sedangkan yang memotivasinya adalah keinginan agar jenasah bisa
masuk sorga.
Komentar
Posting Komentar