BERKACA DARI KASUS PENISTAAN AGAMA
Pada 27 September 2016, Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa
BTP, mengadakan kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu. Waktu itu ia masih
menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dalam kunjungan itu, BTP menjelaskan
program kerja sama Pemprov DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan. Dan dalam
dialog itu terlontarlah pernyataan “Jadi, jangan percaya sama orang, kan
bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat
al-Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.”
Reaksi warga ketika mendengar pernyataan itu adalah tertawa. Tidak ada yang
marah atau merasa tersinggung. Akan tetapi, pada sekitar awal
Oktober muncul video tentang kunjungan BTP itu di media sosial. Adalah
Buni Yani yang berperan dalam memviralkan video tersebut. Buni Yani tidak hanya
sebatas mem-posting video, yang berisi perkataan BTP tentang
al-Maidah: 51, tetapi juga telah mengeditnya. Dalam video editan tersebut
pernyataan krusial BTP menjadi “Dibohongin surat al-Maidah ayat 51.”
Sontak umat islam tersinggung dan marah. Mereka lantas menggelar aksi unjuk
rasa. Ratusan ribu umat islam, bahkan ada yang mengatakan
jutaan, membanjiri ibukota Jakarta. Mereka melaksanakan satu kewajiban
umat islam, yaitu membela agama. Karena itu, aksi mereka dikenal dengan istilah
Bela Islam. Dan tak lama kemudian Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang saat itu
diketuai oleh K.H. Maruf Amin, menggelar sidang. Pada tanggal 11
Oktober MUI mengeluarkan fatwa: BTP telah
melakukan penistaan agama dan ulama. Massa islam segera berubah dari Bela Islam
menjadi Kawal Fatwa MUI.
Demi menciptakan situasi ibukota yang kondusif, polisi segera menangani
kasus BTP. Sebelum polisi menangani kasus ini, BTP telah mengeluarkan
permintaan maaf yang tulus. Proses sidang pun segera digelar. Selama sidang
perkara, massa umat islam terus menggelar aksi unjuk rasa. Sekalipun tidak
terjadi aksi anarki, namun banyak warga merasa cemas dan takut. Beberapa
sekolah diliburkan. Demikian juga toko.
***
Di bulan Juli 2016 lalu, Ustad Abdul Somad (UAS) mengadakan ceramah
keagamaan di Masjid Annur, Pekanbaru. Saat itu ada seorang wanita mengungkapkan
perasaannya yang selalu gelisah ketika melihat salib. Menyikapi persoalan
wanita itu Sang Ustad memberikan kajian islami tentang salib, dan dalam kajian
itu terlontar pernyataan “di salib itu ada jin kafir” dan “di
dalam patung itu ada jin kafir.”
Ternyata peristiwa ceramah keagamaan UAS itu direkam. Dan sepertinya 3
tahun kemudian rekaman itu di-posting ke media sosial dan menjadi
viral. Ingatan publik Indonesia masih segar dengan kasus BTP. Apalagi setelah
kasus BTP banyak aksi lapor perihal penghinaan; salah satu korbannya adalah
Dhani Ahmad. Karena itu, video viral UAS memantik emosi segelintir umat
nasrani, namun tidak menimbulkan gejolak yang berarti. Tidak ada demo
besar-besaran.
Malah para pimpinan agama kristiani, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menghimbau umatnya untuk menjaga
ketenangan dan tidak membawa masalah UAS ke ranah hukum. Baik PGI maupun KWI
sama-sama tidak mengeluarkan “fatwa” penistaan agama. Mereka malah memaafkan
UAS, sekalipun UAS tidak mau meminta maaf, karena merasa tidak bersalah
(bandingkan dengan kasus BTP, yang juga merasa tidak bersalah, tapi meminta
maaf).
***
Dari dua kasus penistaan agama di atas, dapat ditarik kesimpulan berikut:
Penistaan Agama Islam:
1.
Umat islam marah dan demo bela islam. Hal
ini sesuai dengan ajaran agama.
2.
MUI mengeluarkan fatwa. Hal ini sudah
menjadi tugasnya.
3.
Umat islam demo membuat warga ketakutan.
Hal ini sesuai dengan ajaran agama.
4.
BTP meminta maaf, sekalipun merasa diri
tidak salah.
Penistaan Agama Kristen:
1.
Segelintir umat Kristen marah dan menuntut
UAS. Hal ini lebih pada emosi dan keadilan hukum; sama sekali tidak
ada kaitan dengan ajaran agama.
2.
PGI dan KWI tidak keluarkan “fatwa”,
malah mengajak umatnya untuk tetap tenang dan tidak membawa masalah ini ke
ranah hukum. Hal ini sudah menjadi tugas mereka.
3.
Tidak ada demo yang membuat warga lain
ketakutan. Hal ini sesuai dengan ajaran agamanya.
4.
UAS tidak minta maaf, karena yang
dilakukan sesuai dengan aqidah islam.
MELIHAT perbedaan di atas, kita langsung merasakan perbedaan langit dan
bumi. Perbedaan itu juga menjadi kesimpulan tentang kedua agama ini. Dari
kesimpulan di atas, mana agama yang menunjukkan kasih, damai dan rahmatan
lil alamin?
Komentar
Posting Komentar