ALQUR'AN ITU WAHYU ALLAH
Apabila mendengar istilah Alqur'an, tentulah pikiran orang terarah kepada sebuah kitab yang terdiri dari 114 surah. Sebagai sumber iman umat islam, kitab ini menjadi penuntun, pedoman dan petunjuk bagi hidup kaum muslim. Kitab ini aslinya ditulis dalam bahasa Arab, karena memang Allah sendiri menghendaki demikian.
Umat
islam percaya bahwa Alqur'an itu merupakan wahyu Allah SWT secara langsung
kepada nabi Muhammad SAW. Apa yang tertulis dalam Alqur'an diyakini sebagai
kata-kata Allah SWT sendiri. Karena ini, umat islam menaruh rasa hormat yang
sangat tinggi kepada kitab ini. Pelecehan terhadapnya sama saja berarti
menghina Allah SWT. Setiap umat islam dipanggil untuk membela Allahnya dari
setiap upaya penghinaan terhadap diri-Nya dan juga agama-Nya. Allah sendiri
telah memberi petunjuk bagaimana seharusnya umat islam memperlakukan mereka
yang telah menghina dirinya (QS al-Maidah: 33).
Akan
tetapi, ketika umat islam ditanya soal makna “langsung” dari wahyu Allah yang
menjadi kitab ini, terdapat perbedaan pendapat. Setidaknya ada dua penafsiran
atas kata “langsung” ini.
1. Ada
yang menafsirkan kata “langsung” ini secara harafiah. Artinya, Alqur'an sebagai
kitab turun langsung sebagai kitab utuh kepada nabi Muhammad SAW. Ada dua pendasaran
akan penafsiran ini. Pertama, kisah
tentang turunnya wahyu pertama kepada Muhammad, dimana Allah yang berbicara
kepada Muhammad berkata, “Iqra!”. Perkataan Allah ini lebih merupakan sebuah
perintah dimana Muhammad disuruh untuk membaca. Kata iqra sendiri biasa dimaknai dengan bacalah. Berangkat dari makna ini, tentulah saat itu sudah ada
KITAB sehingga Muhammad diminta untuk membacanya. Atau dengan kata lain, saat
itu Allah sudah menyerahkan sebuah KITAB, yang kemudian dikenal dengan nama Alqur'an, dan menyuruh Muhammad untuk membacanya.
Kisah seperti ini tak jauh
berbeda dengan kisah pertobatan Santo Agustinus, yang kebetulan lebih dahulu
ada darpada kehadiran islam. Agustinus hidup dalam abad IV, sedangkan islam
baru hadir pada akhir abad VI. Dalam kisah pertobatan Agustinus, dikisahkan
bahwa seorang anak kecil, yang kemudian diyakini sebagai jelmaan malaikat
Tuhan, berkata kepada Agustinus, “Tole
lege!” Perkataan anak kecil ini tak jauh beda maknanya dengan iqra. Perkataan tersebut dimaknai dengan
ambil dan bacalah. Diceritakan bahwa
setelah itu, Agustinus mengambil Alkitab dan membukanya. Kitab itu terbuka pada
halaman Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, dan akhirnya Agustinus membacanya.
Jadi, kitabnya sudah ada
sehingga perkataan atau perintah tersebut menjadi masuk akal. Mana mungkin
disuruh baca tapi tidak ada sesuatu untuk dibaca. Hal ini sejalan dengan
prinsip pepatah Latin: nemo dat quod non
habet.
Pendasaran kedua adalah berdasarkan perkataan Allah
sendiri yang ada dalam Alqur'an. Ada banyak kutipan ayat dimana dikatakan
bahwa Allah SWT menurunkan KITAB kepada nabi Muhammad SAW. Sekedar menyebut QS
2: 4, 23; QS 3: 3, 7; QS; 4: 105; QS 5: 48; QS 13: 1; QS QS 16: 89; QS 18: 1;
QS 20: 2; QS 22: 16; QS 25: 1; QS 27: 6; QS 35: 29; QS 39: 2; QS 57: 9; QS 69:
40. Dalam kutipan ayat Al-Quran ini, tidak dikatakan bahwa Allah menurunkan
ayat per ayat, tetapi KITAB dimana beberapa di antaranya langsung diikuti
dengan keterangan ALQUR'AN dalam tanda kurung (QS Ali Imran: 3; QS an-Nisa: 105; dll). Itu
artinya, yang dimaksud dengan Kitab dalam kutipan itu adalah Alqur'an. Malah
ada yang terang-terang dikatakan bahwa Allah menurunkan Alqur'an (QS Taha: 2; QS an-Naml: 6; dll).
2. Ada
juga yang menafsirkan kata “langsung” ini secara harafiah namun dalam pemahaman
yang berbeda dengan kelompok pertama tadi. Mereka yakin bahwa Alqur'an merupakan kumpulan wahyu yang berasal langsung dari Allah SWT. Wahyu Allah ini
tidak langsung turun dalam bentuk KITAB jadi, melainkan ayat per ayat. Diyakini
bahwa wahyu Allah ini diturunkan secara bertahap
dalam kurun waktu 23 tahun. Ada dua lokasi besar turunnya wahyu, yaitu Mekkah
dan Madinah.
Dasar keyakinan ini
didasarkan pada perkataan Allah SWT sendiri dalam Alqur'an (QS al-Isra: 106 dan QS al-Insan: 23). Dalam surah al-Isra, Allah
SWT berfirman, “Dan Alqur'an itu telah
Kami turunkan dengan berangsur-angsur ....
dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” Dan dalam
surah al-Insan Allah SWT bersabda, “Sesungguhnya Kami telah
menurunkan Alqur'an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” Dalam wahyu Allah ini
orang bisa memahami bahwa memang Alqur'an tidak turun langsung dalam bentuk
satu KITAB, melainkan bertahap. Dalam
perjalanan waktu kemudian para pengikut Muhammad mengumpulkan wahyu-wahyu
tersebut dan menyatukannya dalam sebuah KITAB yang kemudian diberi nama Alqur'an.
Keyakinan seperti ini
bukannya tanpa resiko. Bagi umat yang kritis, tentulah akan meragukan keaslian Alqur'an sekarang sebagai sungguh wahyu Allah tanpa adanya campur tangan
manusia. Kesuciannya pun patut diragukan. Bagaimana mungkin manusia, makhluk
fana dan berdosa, yang membuat Kitab Allah bernama Alqur'an. Adanya campur
tangan manusia dalam penciptaan Alqur'an membuat sebagian umat berpikir bahwa
yang ilahi telah bercampur dengan yang profan. Hal ini dirasakan sangat
bertentangan dengan akal sehat manusia. Hal ini juga yang membuat umat islam
tidak dapat menerima konsep inkarnasi dalam ajaran kristiani, dimana Yesus
(ilahi) menjadi manusia (duniawi). Jika umat islam dapat menerima Alqur'an, seharusnya mereka juga
dapat merima konsep Allah menjadi manusia dalam diri Isa Al-Masih.
Selain itu, pengadaan
penomoran ayat dalam Alqur'an pun masih menimbulkan problem. Sangat aneh dan
tak masuh akal jika sebagai wahyu yang langsung dari Allah, dipahami bahwa
nomor-nomor ayat itu juga disebut Allah SWT ketika Dia bersabda.
DEMIKIANLAN
uraian singkat tentang keyakinan umat islam bahwa Alqur'an sebagai wahyu Allah
SWT. Dari penjelasan ini kita menemukan satu kesimpulan awal yang sederhana,
yaitu betapa carut-marutnya konsep pemahaman Alqur'an itu. Ada dua perbedaan
dasar mengenai konsep pemahaman Alqur'an, dimana perbedaan tersebut berdasarkan
pada Alqur'an sendiri. Surah an-Nisa ayat 59 menyatakan bahwa penafsir
perbedaan pendapat ada pada nabi Muhammad SAW. Menjadi persoalan, penafsir
tersebut sudah mati. Jadi, kemana lagi umat islam mengadu untuk menyelesaikan
carut-marut ini.
Dari
kesimpulan awal ini, orang bisa saja sampai kepada kesimpulan akhir dalam
bentuk pertanyaan: benarkah Alqur'an itu
wahyu Allah, atau hanya sekedar rekayasa Muhammad. Silahkan Anda pikirkan
sendiri.
Komentar
Posting Komentar