APAKAH MUHAMMAD SEORANG PEDOFIL
Banyak orang, yang tentunya bukan orang islam, mengatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah seorang pedofil. Pernyataan tersebut, bagi umat islam,
tentulah merupakan suatu tuduhan dan juga penghinaan yang sangat keji,
mengingat Nabi Muhammad adalah teladan tingkah laku yang sempurna (QS al-Ahzab:
21), yang menjadi teladan bagi umat islam. Dan sudah pasti, umat islam menolak
tuduhan tersebut. Malah mereka yang menyatakan hal tersebut layak mati
(dasarnya ada pada QS al-Ahzab: 60 – 61).
Akan tetapi, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu kenapa orang
mengatakan bahwa Muhammad itu seorang pedofil. Apakah ada dasarnya?
Terlebih dahulu kita melihat apa itu pedofil atau pedofilia. Dalam
situs Hello Sehat, pedofilia didefinisikan sebagai
gangguan seksual yang berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di
bawah usia 14 tahun. Orang yang mengidap pedofilia dikenal dengan istilah
pedofil. Seseorang dapat dikatakan pedofil bila usianya minimal 16 tahun.
Sedangkan situs National Geographic melihat pedofilia
sebagai kelainan psikoseksual, dimana orang dewasa atau remaja memiliki
preferensi seksual terhadap anak-anak pra-remaja.
Para psikolog dan psikiater menganggap pedofilia sebagai gangguan mental,
bukan preferensi seksual. Preferensi pedofil dapat bervariasi dari orang ke
orang. Tidak melulu pada anak kecil saja, tapi ada juga yang tertarik pada anak
dan orang dewasa sekaligus. Perilaku pedofil bervariasi. Ada yang hanya sebatas
mengekspos diri di depan anak-anak, ada juga yang melakukan lebih jauh,
misalnya seks oral, seks genital penuh atau lainnya.
Untuk mencari korbannya, seorang pedofil tidak memilih anak-anak yang
asing. Mereka cenderung memilih anak yang sudah mereka kenal, baik dari
keluarga sendiri, tetangga, anggota tim atau komunitas. Namun perlu diketahui
bahwa seorang pedofilia tidak selalu melakukan kekerasan seksual pada anak
(korbannya).
Demikianlah uraian singkat tentang pedofilia dan pedofil. Para ahli sepakat
mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedofil, karena didasarkan pada
perkawinannya dengan Aisyah. Sebagaimana diketahui, Rasul Allah itu menikahi
Aisyah, yang masih berusia 6 tahun, dan baru bersetubuh dengannya ketika Aisyah
berusia 9 tahun. Tentulah banyak orang akan geleng-geleng kepala melihat
seorang pria berusia sekitar 50-an tahun menikah dan menyetubuhi anak kecil
berusia 9 tahun.
Akan tetapi, benarkah Aisyah menikah dengan Muhammad ketika berusia 6 tahun
dan baru bersetubuh dengannya saat usia 9 tahun? Kita dapat menemui data ini
dari dua hadis yang paling dipercaya umat islam sendiri, yakni Hadis Bukhari
dan Hadis Muslim. Keterangan dua hadis ini kami ambil dari Spokane
Islamic Center. Berikut ini kami tampilkan bunyi hadisnya.
“Narrated ‘Aisha: that the Prophet married
her when she was six years old and he consummated his marrieage when she was
nine years old, and then she remained with him for nine years.” (HS Bukhari vol. 7, bk 62, no. 64, bdk. HS Muslim bk. 8, no. 3310).
Informasi di atas kembali diulangi lagi dalam no. 65. Informasi ini
bersumber dari mulut Aisyah sendiri (pihak dalam). Pengulangan ini bisa
menunjukkan kebenaran informasi tersebut. Dan dalam no. 88, sumber informasi
ini didapat dari pihak luar. Keterangan dari pihak luar, yang tak jauh berbeda
dengan keterangan dari pihak dalam semakin membuktikan kebenaran informasi
tersebut.
“Narrated ‘Ursa: The Prophet wrote the
(marriage contract) with ‘Aisha while she was six years old and consummated his
marriage with her while she was nine years old and she remained with him for
nine years.” (HS Bukhari vol 7, Bk 62, no 88).
Dari dua kutipan hadis di atas terlihat jelas bahwa Muhammad menikah dengan
Aisyah, ketika gadis itu berusia 6 tahun, dan baru melakukan senggama saat
Aisyah berusia 9 tahun. Usia Muhammad sendiri saat itu diperkirakan sekitar 50
tahun. Dari data ini, maka Muhammad masuk dalam ketegori pedofil (pelakunya
minimal 16 tahun, korbannya di bawah 14 tahun).
Dari aspek preferensi seksual juga Muhammad masuk dalam kategori pedofil.
Sebagaimana diutarakan di atas, dimana preferensi seksual pedofil bisa tertarik
pada anak dan orang dewasa sekaligus, Muhammad juga hidup dan menikah dengan
wanita dewasa. Bagaimana dengan masalah perilaku pedofil? Kita tidak punya data
apakah Muhammad melakukan oral seks atau seks genital, atau mengekspos diri di
depan Aisyah, atau tindakan seks lainnya? Jika membaca buku “The People vs Muhammad: Psychological Analysis”,
karya J.K Sheindlin, ada kemungkinan Muhammad pernah melakukan seks genital
penuh, namun karena susah penetrasi maka diadakan aksi “jepit paha” (hlm. 523 -
525). Sheindlin mengatakan bahwa karena gagal menembus vagina Aisyah, yang
masih kecil dan tak sebanding dengan penis orang dewasa, Muhammad akhirnya
menyelesaikan syahwatnya dengan menjepitkan penisnya di antara paha Aisyah,
sehingga seolah-olah terjepit melalui vagina.
Soal oral atau anal seks ada kemungkinan pernah juga dilakukan. Karena,
berdasarkan QS al-Baqarah: 223, seorang suami bebas melakukan apa saja dengan
istrinya sejauh dikehendaki. Jadi, kalau suami menghendaki anal seks, ya istri
harus mau, demikian pula jika suami ingin oral seks. Oleh karena itu, dari
aspek ini juga Muhammad masuk kategori pelaku pedofilia.
Di atas sudah dikatakan bahwa korban seorang pedofil bukanlah anak-anak
yang asing, melainkan yang sudah dikenal, baik dari keluarga sendiri, tetangga,
anggota tim atau komunitas. Di samping itu, seorang pedofilia tidak selalu
melakukan kekerasan seksual pada korbannya. Data ini masih relevan dengan
Muhammad. Aisyah bukanlah orang asing, melainkan anak Abu Bakar, sahabat Nabi
sendiri. HS Bukhari vol 7, bk 62, no 18 menceritakan
bagaimana Muhammad meminta kepada Abu Bakar agar dinikahkan dengan Aisyah.
Terhadap Aisyah, Muhammad tidak melakukan kekerasan seksual, malah dia sangat
mengasihi istri mudanya ini. Jadi, dari aspek ini Muhammad masuk kategori
pelaku pedofilia.
Semua karakteristik pedofilia kena pada pribadi Muhammad. Hal inilah yang
membuat para ahli sepakat mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang pedofil.
Tapi, apakah memang begitu adanya?
Pada sebuah acara diskusi publik dengan tema “Meluruskan Narasi Pedofilia dan Kejahatan
Seksual terhadap Anak sebagai Upaya Perlindungan Anak yang Humanis”, Prof. Dr.
Nur Arif mengatakan, “Yang bisa menentukan seseorang pedofil atau tidak itu
kami, para psikiater. Kami akan memeriksa apakah pelaku kejahatan seksual
terhadap anak itu pedofil atau bukan.” Karena itu, kami tidak berkompeten
menilai apakah Muhammad itu seorang pedofilia atau tidak.
Di samping itu, kita tidak boleh menilai atau menghakimi kebiasaan masa
lampau dengan cara pandang saat kini..Dengan kata lain, penilaian masa sekarang
ini atas suatu kasus tidak boleh serta merta dikenakan pada kasus yang sama
pada masa lampau. Alasannya bisa saja apa yang sudah dianggap lumrah dan wajar
di masa lampau, tapi dianggap aneh atau menyimpang pada masa kini. Sebagai
perbandingan kita ambil kasus hukuman rajam atau pancung. Jaman dahulu hal ini
dianggap biasa saja, tapi tidak dengan masa kini. Orang modern akan menilai hal
tersebut sebagai tindakan sadis nan biadab. Contoh lain misalnya soal potong
jari tangan yang ada di salah daerah pedalaman Papua sebagai ungkapan kasih
kepada mereka yang baru saja meninggal. Dahulu hal itu dianggap wajar saja,
namun kini tidak lagi, malah sekarang sudah dilarang. Karena itu, kita tak
boleh mengatakan Muhammad sebagai pedofil dengan penilaian sekarang, karena
bisa saja jaman dulu di Arab adalah lumrah seorang pria dewasa menikah dengan
anak ingusan.
Meski tidak bisa memastikan soal pedofilia, namun yang pasti Utusan Allah,
yang bagi umat islam dianggap sebagai nabi penutup (QS Al-Ahzab: 40), menikah
dengan seorang gadis kecil usia 6 tahun. Rasul Allah ini juga baru berhubungan
seks dengan gadis kecil itu ketika ia usia 9 tahun (bayangkanlah siswi SD kelas
3). Inilah suatu kepastian yang tak terbantahkan, karena ditulis dalam hadis
terpercaya. Inilah salah satu teladan dari Muhammad, yang mungkin takkan bisa
diikuti oleh umat islam. Karena itu, gelar insan al kamil hanya
menjadi milik Muhammad saja.
Komentar
Posting Komentar