BEGINILAH AJARAN ISLAM TENTANG BABI
Pada umumnya orang mengetahui bahwa dalam agama islam babi itu adalah HARAM hukumnya. Ini merupakan keputusan final. Akan tetapi, dalam realitas masih banyak umat muslim begitu menikmati masakan babi, seperti sate, bakso, soto dan macam-macam lainnya yang semuanya menggunakan daging babi. Ada orang islam mengatakan makan babi itu haram, tapi kalau makan celeng (babi hutan) tidak haram. Islam lain lagi bilang boleh makan babi asalkan tidak muntah; kalau muntah baru haram. Ada umat islam punya pendapat lebih konyol lagi. Dia bilang, asalkan dimasak dengan ajinomoto, maka daging babi itu jadi halal, karena ajinomoto itu 100% halal.
Masih ada banyak pendapat
yang seakan membenarkan umat islam untuk makan daging babi, sekali pun sudah
jelas ajaran agama melarangnya. Dari sini kami akhirnya mencoba menelusuri jejak
babi dalam ajaran islam, sehingga melahirkan tulisan ini. Pencarian jejak itu dimulai
dari dalil pengharaman babi.
DALIL HARAM BABI
Satu pertanyaan mendasar
adalah mengapa babi diharamkan dalam ajaran islam. Kalau pertanyaan ini diajukan
kepada umat islam, tentulah kita akan menjawab bahwa Alqur'an sudah melarangnya.
Sebagaimana yang diketahui, Alqur'an adalah Kitab Suci umat islam, yang di
dalamnya berisi perintah-perintah Allah. Karena itu, pelarangan atau pengharaman
babi merupakan perintah langsung dari Allah.
Ada empat surah yang
memuat ajaran mengharamkan babi itu. Dan seperti yang sudah kita ketahui,
ajaran itu merupakan perintah Allah.
QS 2: 173. “Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
(yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.”
QS 5: 3. “Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.”
QS 6: 145, “Tiadalah aku peroleh
dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis).”
QS 16: 115, “Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan
binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.”
Itulah keempat surat
yang berisi perintah Allah yang mengharamkan daging babi. Kita semua tentu sudah mengetahuinya. Akan tetapi, sekalipun ada
surah yang mengharamkan babi, tetap saja pertanyaan dasar tak terjawab: mengapa
babi diharamkan? Keempat surah di atas hanya berisi pengharaman daging
babi, namun tidak ada penjelasan mengapa diharamkan.
PENGHARAMAN BABI DALAM
PERKEMBANGAN LANJUT
Dalam perjalanan sejarah
islam kemudian, ada usaha-usaha untuk menjelaskan dasar dari pengharaman babi.
Dan dalam usaha menjelaskan dasar pengharaman itu, kami melihat telah terjadi pergeseran
konsep. Artinya, konsep awal tentang yang diharamkan sudah diubah.
Di sini akan dikemukakan tiga penjelasan pengharaman
babi dalam perkembangan lanjut, di mana di dalamnya terlihat adanya perubahan konsep.
1. Hikmah pengharamannya dijelaskan
Syaikh Shalih Al Fauzan: “Ada yang diharamkan karena makanannya yang
jelek seperti Babi, karena ia mewarisi mayoritas akhlak yang rendah
lagi buruk, sebab ia adalah hewan terbanyak makan barang-barang kotor dan kotoran
tanpa kecuali.” (Kitab Al Ath’imah hal. 40)
2. Muhammad bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan khamar dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai
dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.” (HR.
Abu Daud)
3. Tafsir Al Manaar menyatakan: “Allah
mengharamkan daging babi karena najis, sebab makanan yang
paling disukainya (makanan favoritnya) adalah kotoran dan ia berbahaya pada semua
daerah, sebagaimana telah dibuktikan dengan pengalaman serta makan dagingnya termasuk
sebab menularnya cacing yang mematikan. Ada juga yang menyatakan bahwa ia memiliki
pengaruh jelek terhadap sifat iffah (menjaga kehormatan) dan cemburu (ghirah).” (Shohih
Fiqh Sunnah, 2/339)
CATATAN KRITIS
Ada 4 dasar hukum pengharaman
babi. Empat dasar hukum itu langsung bersumber dari perintah Allah SWT sendiri.
Namun, yang dikatakan Allah SWT adalah DAGING BABI. Alqur'an menggunakan kata “Lahma” untuk mengacu pada DAGING,
karena pada waktu dulu, hanya daging babinya saja yang digunakan. Sangat jelas sekali
bahwa Allah SWT mengharamkan DAGING babi. Hanya dagingnya saja. Hal ini
ditegaskan dalam dua surah, yaitu al-Baqarah dan an-Nahl. “Sesungguhnya Allah
HANYA mengharamkan bagimu …. Daging babi.”
Akan tetapi, dalam perkembangan
lanjut, sabda Allah SWT ini sudah diselewengkan atau diubah oleh para pengikut-Nya.
Yang diharamkan bukan lagi hanya DAGING babi saja, melainkan SEMUA hal yang
melekat dengan babi, seperti bulu, lemak, enzim atau tulang. Ini berlaku hingga
sekarang. Padahal siapapun, bahkan anak SD sekalipun, pasti tahu bahwa tulang tidak
sama dengan daging. Tulang bukanlah daging. Bulu tidak sama dengan daging.
Lemak itu berbeda dengan daging. Apalagi enzim.
Selain itu, dasar pengharaman
babi terkesan tak masuk akal. Misalnya seperti memakan makanan kotor, seperti
yang disampaikan Syaikh Shalih Al Fauzan atau dalam Shohih Fiqh Sunnah, 2/339. Kalau
itu dasarnya, hampir semua hewan makan makanan kotor, tapi koq tidak
diharamkan? Tentu kita tahu bahwa ikan lele dikenal sebagai pemakan segala,
termasuk yang kotor. Ayam dan unggas lainnya juga akan makan makanan kotor.
Namun mereka tidak diharamkan, dan hanya babi saja. Karena itu, argumen Syaikh
Shalih Al Fauzan sebagai dasar pengharaman itu sungguh tak masuk akal sehat dan
terkesan mengada-ada.
Ada juga yang mengaitkan
dengan penyakit yang ada di dalam babi. Bukankah pada sapi juga terdapat cacing?
Salah satu penyakit sapi yang paling ditakutkan adalah anthrax. Kenapa sapi tidak
diharamkan? Ayam dan unggas lainnya juga menjadi penyalur penyakit flu burung
yang mematikan, namun unggas-unggas itu tidak diharamkan. Karena itu, dasar pengharaman
yang mengaitkan dengan penyakit sungguh tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada.
Lebih aneh lagi, ada
yang menghubungkan dengan dengan sifat jelek babi. Ini hanya mencari-cari
alasan saja. Kenapa tidak juga mencari sifat jelek dari hewan lain? Semua hewan
memiliki sifat jelek. Kambing, misalnya, suka kawin di depan publik. Sapi,
selain suka berkubang di lumpur, juga terkenal bodoh, mental budak dan tak punya
pendirian. Akan tetapi, baik kambing dan sapi tidak diharamkan. Ayam suka kawin
sembarang saja. Malahan anaknya setelah besar akan kawin dengan induknya.
Bukankah ini sifat buruk? Tapi kenapa tidak diharamkan? Karena itu, dasar pengharaman
yang mengaitkan dengan sifat buruk sungguh tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada.
AKHIR KATA
Demikianlah uraian singkat
soal pengharaman babi dalam islam. Dari dasar quranis di atas, ada tiga surah
yang secara implisit menyebut dasar pengharaman babi, yaitu disembelih dengan
tidak menyebut nama Allah SWT. Menjadi pertanyaan baru adalah, apakah bila babi
dipotong dengan menyebut nama Allah SWT maka babi itu menjadi halal?
Dari uraian di atas terlihat
jelas bahwa masalah pengharaman babi masih menyisakan persoalan. Ada kesan bahwa
pengharaman babi didasarkan pada sentimen. Mereka yang mengharamkan babi memiliki
sentimen terhadap babi, karena sekalipun sama-sama menyebarkan penyakit, makan makanan
kotor dan memiliki sifat buruk, toh hanya babi saja yang
diharamkan; yang lain tidak.
Selain itu, masalah pengharaman
babi memperlihatkan adanya perubahan konsep awal. Awalnya Allah HANYA mengharamkan daging
babi, namun kemudian oleh pengikut-Nya
diubah menjadi semua unsur babi. Terlihat jelas bahwa kehendak Allah SWT mudah sekali diubah oleh selera
dan keinginan manusia. Pertanyaan kita sekarang: kita mau ikut perintah Allah SWT atau perintah
manusia?
Komentar
Posting Komentar