MENGENAL ALLAH ISLAM DALAM AL-QURAN
Orang islam Indonesia sering menyombongkan diri bahwa merekalah yang
pancasilais terkait dengan sila pertama, Ketuhanan yang Mahaesa. Hanya islam
saja yang benar-benar memiliki Allah yang esa, dalam pengertian SATU. Orang
islam sering mengatakan bahwa Allah orang Kristen itu 3, sedangkan orang Buddha
dan Hindu ada banyak (mungkin karena menyamakan dewa-dewi dengan Allah). Hanya
islam saja yang Allahnya satu, yaitu Allah SWT.
Benarkah Allah orang islam itu SATU? Mari kita lihat apa yang dikatakan Alquran.
Kutipan Al-quran dalam tulisan ini diambil dari AL-QURAN DAN TERJEMAHANNYA,
Departemen Agama RI, Edisi Terkini Revisi Tahun 2006 (bisa juga lihat di Quran Kemenag).
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama harus dipahami terlebih
dahulu apa itu Al-quran. Umat islam meyakini bahwa Al-quran adalah kata-kata
Allah sendiri. Apa yang tertulis dalam Al-quran merupakan perkataan langsung
dari Allah, karenanya tidak bisa diubah-ubah. Sederhananya begini: Allah
bersabda kepada Muhammad, kemudian Muhammad meminta juru tulis menuliskannya.
Muhammad menyampaikan apa yang didengarkannya, dan juru tulis menuliskan apa
yang dikatakan Muhammad.
Sebagai contoh, dalam QS Ali Imran: 130 tertulis begini: Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Ini berarti Muhammad
mendengarkan Allah menyampaikan kalimat tersebut, lalu meminta juru tulis
menuliskannya. Dengan kata lain, kalimat dengan cetak miring di atas merupakan
perkataan Allah sendiri. Gambarannya seperti ini: waktu itu Allah SWT berkata
kepada Muhammad, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah…” Contoh
lain kita ambil dari QS al-Araf: 38 dimana tertulis begini: Allah
berfirman, “Masuklah kamu ke dalam api neraka bersama golongan jin dan manusia
yang telah lebih dahulu dari kamu.” Semua kalimat cetak miring adalah
perkataan dari Allah SWT. Jadi, bisa dikatakan waktu itu Allah SWT berkata
kepada Muhammad, “Allah berfirman, ‘Masuklah kamu….”
Dari penjelasan kecil di atas, kita sudah punya satu kesimpulan bahwa
tulisan yang ada dalam Al-quran adalah kata-kata Allah sendiri. Apa yang
tertulis, itulah yang keluar dari mulut Allah SWT. Dari sini, kita dapat
mengenal seperti apa Allah orang islam itu; benarkah Allahnya itu SATU.
Dalam seluruh Al-quran, setidaknya ada 4 kata yang menggambarkan diri Allah
SWT. Keempat kata itu adalah:
1. Allah, “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah.”
(QS Al-Hujurat: 1).
2. Kami, “Itulah surga yang akan Kami wariskan
kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS Maryam:
63)
3. Aku, “Wahai orang-orang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan
suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?” (QS As-Saff:
10).
4. Dia, “Dialah yang menciptakan kamu dari
tanah, kemudian Dia menetapkan ajal ….” (QS Al-Anam: 2).
Sengaja kami kutip secara acak untuk menunjukkan bahwa 4 kata itu terdapat
di seluruh Alquran. Akan tetapi, dalam uraian ini kami tidak akan memaparkan
seluruh isi surah Alquran, tetapi, cukup kami ambil dari surah al-Baqarah (itu
pun tidak semua). Dalam surah al-Baqarah, kata Allah tersebar
dalam ayat 7, 10, 15, 27, 77, 88, 90, 105 – 107, 115, 147, 164, 172, 187, 194 –
200, 213, 245, 255, 276, 284.; kata Dia ada dalam ayat 22, 28,
29, 30, 37, 124, 173, 225, 255, 269, 284; kata Aku terdapat
dalam ayat 30, 40, 41, 47, 122, 150, 152, 160, 186; dan kata Kami tersebar
dalam ayat 3, 23, 34, 49 – 53, 63, 73, 83, 99, 106, 119, 125, 144, 151, 211,
252. Berikut kita ambil dua sample keempat kata tersebut.
Kami dan Dia (ay. 33 – 34)
(33) Dia (Allah) berfirman “Wahai Adam!” Beritahukanlah
kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan
nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan
kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa
yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (34) Dan (ingatlah)
ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu
kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan
diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.
Dalam kutipan di atas, dalam satu surah dengan ayat yang berdekatan, ada 2
kata ganti yang merujuk pada Allah, yaitu Dia dan Kami.
Dalam tata bahasa, kata “dia” merupakan kata ganti orang ketiga tunggal.
Artinya, sosok orang di luar diri saya dalam jumlah satu. Sekedar diketahui,
ada 4 kata ganti yang dipakai untuk menyebut sosok orang di luar saya,
yaitu kamu, engkau (kata ganti orang kedua tunggal), kalian (kata
ganti orang kedua jamak), dia, ia (kata ganti orang ketiga
tunggal), dan mereka (kata ganti orang ketiga jamak). Kata
“kami” adalah kata ganti orang ketiga jamak, lebih dari satu. Dalam kata “kami”
bisa termasuk saya dan engkau, bisa juga saya,
engkau dan dia, atau hanya saya dan dia.
Dalam ayat 34, Allah menggunakan kata “kami”. Seperti yang sudah dijelaskan
bahwa kata “kami” merupakan kata ganti jamak. Tentu umat islam
membela dengan mengatakan bahwa kata “kami” dipakai sebagai ganti kata “saya”
atau “aku”, yang memberi nada sopan atau halus. Memang dalam bahasa Indonesia
juga kata “kami” biasa dipakai untuk memperhalus kata “saya” atau “aku” yang
terkesan angkuh. Menjadi pertanyaan, jika benar kata itu dipakai untuk
memperhalus, kenapa dalam ayat-ayat lainnya Allah menggunakan kata “Aku”?
Apakah di sini Allah SWT mau menunjukkan keangkuhan-Nya? Dalam surah al-Baqarah
saja, setidaknya Allah menggunakan 8 kali kata “Aku”. Jika memang alergi dengan
kata “aku” yang terkesan angkuh, seharusnya ketika berfirman Allah memakai kata
“kami” saja agar kelihatan juga konsistensinya.
Benarkah kata “kami” yang dipakai Allah bertujuan untuk memperhalus kata?
Jika kita kaitkan dengan ayat sebelumnya (ay. 33), kata “kami” benar-benar
menunjukkan adanya sosok allah lain, yaitu Dia. Dalam ayat 33,
Allah memakai kata ganti “dia”. Jika kita membaca sungguh ayat 33 ini dan
memahami bahasanya, maka kita dapat mengatakan bahwa pada waktu itu Allah
menyebut ada allah lain yang berkata kepada Adam, Wahai Adam!....
Jika yang berfirman itu allah yang sama, maka Allah akan berkata kepada
Muhammad, Kami berfirman, “Wahai Adam!....” Terdengar aneh, lucu
dan tak masuk akal kalau Allah sendiri berbicara tapi menggunakan kata ganti
“dia” untuk diri-Nya sendiri. Kata “Kami” dalam ayat 34 hendak menjelaskan
sosok Allah sendiri dan Dia (allah yang lain). Karena itu, kata “Kami” yang
digunakan di sini benar-benar menggambarkan kejamakan, bukan memperhalus kata.
Dengan kata lain, ada DUA Allah, bukan SATU.
Allah dan Aku (ay. 186 – 187)
(186) Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang
berdo’a apabila dia berdo’a kepada-Ku. … (187) Dihalalkan bagimu pada malam
hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak
dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan
memaafkan kamu …
Dalam ayat 187, Allah menggunakan kata “Allah” untuk menggambarkan diri-Nya
sendiri, dan kata “Dia” sebagai kata ganti Allah. Kata “dia” dipakai untuk
menggantikan kata “Allah” di depan atau sebelumnya. Hal ini lumrah dalam tata
bahasa mana pun. Baik kata “Allah” maupun kata “Dia” sama-sama termasuk kata
ganti orang ketiga tunggal. Ayat 187 ini hendak mengatakan kepada kita bahwa
pada waktu itu Allah menyebut sosok allah lain yang menghalalkan suami
bersetubuh dengan istrinya pada malam hari puasa. Kita dapat membayangkan pada
waktu ayat ini turun, Allah SWT menjelaskan kepada Muhammad bahwa ada allah
lain menghalalkan hal itu. Jika Allah SWT sendiri yang menghalalkan itu, maka
seharusnya dipakai kata “Aku” seperti dalam ayat 186. Terasa aneh, lucu dan tak
masuk akal kalau Allah sendiri berbicara tapi menggunakan kata ganti Allah atau
Dia untuk diri-Nya sendiri.
Jika kita kaitkan dengan ayat sebelumnya (ay. 186), dimana Allah
menggunakan kata “Aku”, maka dapat dikatakan bahwa Allah yang berfirman dalam
ayat 186 adalah berbeda dengan Allah yang bersabda dalam ayat 187. Kata “Aku”
langsung merujuk pada diri Allah sendiri. Dia menyebut diri-Nya sendiri yang
berfirman. Dalam bayangan kita, waktu ayat 186 turun, Allah SWT menjelaskan
kepada Muhammad bahwa diri-Nya mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Nya dan
bahwa diri-Nya dekat dengan mereka.
Jadi, kata “Aku” dalam ayat 186 dan kata “Allah” juga “Dia” dalam ayat 187
benar-benar menunjukkan perbedaan, bukan saja pada penulisan tetapi juga
maknanya. Memahami arti Al Qur’an, seperti yang telah dijelaskan di atas, maka
kata “Allah” dan kata “Dia” menggambarkan adanya allah lain. Allah sendiri yang
mengatakan hal itu. Allah, yang berfirman dalam ayat 187, berbeda dengan Allah
yang berfirman dalam 186. Jika Allah yang bersabda dalam ayat 187 adalah sama
dengan Allah yang bersabda dalam ayat 186, maka seharusnya kata yang digunakan
adalah kata “Aku”. Karena itu, dari kutipan 2 ayat ini terlihat jelas bahwa ada
DUA Allah, bukan SATU.
DEMIKIANLAH penjelasan singkat atas 4 kata yang menggambarkan sosok Allah,
yaitu Kami, Dia, Allah dan Aku, dari 2 kutipan
surah al-Baqarah. Seperti yang sudah dikatakan di depan, empat kata itu
tersebar di seluruh Alquran, namun dalam penjelasan ini kami hanya fokus pada
surah al-Baqarah saja. Dari pembahasan ini dapat ditarik dua kesimpulan
sederhana:
1. Allah yang berfirman secara langsung dalam Alquran memang ada SATU.
Namun dari telaah kata ganti yang dipakai, maka harus dikatakan bahwa Allah
yang berfirman dalam Al Qur’an lebih dari SATU.
2. Jika yang berfirman dalam Alquran adalah Allah yang SATU (berarti
juga SAMA), maka Allah itu tidak konsisten dalam menyebut diri-Nya sendiri.
Allah yang SATU itu suka berubah-ubah.
Jika umat islam tetap ngotot mengatakan bahwa Allahnya itu SATU, tanpa
memperhatikan apa yang tertulis secara implisit dalam Alquran, maka
keyakinannya itu mengandung konsekuensi bahwa Alquran bukan berasal dari Allah.
Bisa saja itu karangan atau imajinasi Muhammad. Bahwa Muhammad-lah yang
berkata-kata dengan mengatas-namakan Allah, bukan merupakan perkataan langsung
dari Allah. Karena berasal dari Muhammad, maka wajar saja kata ganti untuk
Allah itu selalu berubah-ubah. Hal ini mengingat keterbatasan Muhammad sebagai
manusia.
Komentar
Posting Komentar