KAJIAN ISLAM ATAS ATAS SURAH AN-NAHL AYAT 51
Dan Allah berfirman, “Janganlah kamu menyembah dua
tuhan; hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa. Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu
takut.” (QS 16: 51)
Tak bisa dipungkiri bahwa umat islam percaya bahwa Alqur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad, yang kemudian ditulis di atas kertas. Sekalipun ada di kertas, tapi umat islam yakin bahwa itu adalah kata-kata Allah sendiri. Karena Allah itu suci, maka kertas yang ditulisi perkataan Allah adalah suci juga. Maka dari itu, tak heran ketika ditemukan lembaran-lembaran Alqur’an di tempat sampah, yang sebagiannya sudah terbakar, umat islam merasa marah. Hal itu dilihat sebagai bentuk penghinaan terhadap Allah. Allah sendiri sudah meminta umat islam untuk membunuh mereka yang menghina-Nya.
Dasar keyakinan umat islam bahwa Alqur’an merupakan wahyu
Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad adalah perkataan Allah sendiri.
Allah sudah mengatakan bahwa Alqur’an itu berasal dari diri-Nya. Berhubung Allah
itu mahabenar, maka apa yang dikatakannya juga adalah benar. Mana mungkin Allah
yang mahabenar itu berbohong? Tak munhkin Alqur’an itu ciptaan manusia, karena
manusia bisa berbohong. Logika pikir orang islam kira-kira begini: bahwa Alqur’an
itu wahyu Allah karena Allah sendiri yang mengatakannya adalah benar, sebab
Allah itu mahabenar yang tak bisa berbohong.
Berangkat dari premis ini, maka kutipan ayat Alqur’an di
atas haruslah dikatakan berasal dari Allah dan merupakan satu kebenaran. Apa
yang tertulis di atas, semuanya diyakini merupakan kata-kata Allah, yang
kemudian ditulis oleh manusia. Seperti itulah kata-kata Allah ketika diucapkan.
Karena surah ini masuk dalam kelompok surah Makkiyyah, maka bisa dipastikan bahwa Allah menyampaikan wahyu ini
saat Muhammad ada di Mekkah. Terlepas dari pemahaman bahwa kutipan ayat di atas
merupakan kata-kata Allah, kita dapat mengatakan bahwa wahyu Allah ini hendak
menegaskan konsep tauhid. Pesan yang ada di dalam ayat 51 ini adalah pesan
tauhid. Karena itu, ayat ini bisa dikatakan sebagai ayat tauhid. Dan ayat ini,
bersama ayat-ayat tauhid lainnya hendak menegaskan islam sebagai agama tauhid.
Kata
“tauhid” merupakan konsep teologis
dalam islam yang meyakini bahwa Allah itu esa. Kata ‘esa’ di sini dipahami
sebagai ‘satu’ atau tunggal.
Karena itu, umat islam percaya bahwa Allah itu hanya SATU. Dan umat islam
percaya hanya kepada SATU Tuhan, yang biasa disapa Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dasar ketauhidan islam ini adalah perkataan Allah SWT yang tertulis dalam Alqur’an. Hanya Allah SWT saja
satu-satunya Allah. Tidak ada lain lagi. Dalam
islam adalah dosa berat jika orang menduakan Allah.
Jika orang hanya berfokus pada pesan, maka wahyu Allah
ini akan terkesan baik dan indah. Namun jika orang meninjaunya dengan
menggunakan standar ilmu bahasa, maka akan ditemukan adanya kejanggalan.
Jika
kutipan wahyu Allah di atas dipahami sebagai perkataan Allah, maka bisa
dikatakan bahwa waktu itu Allah berkata, “Allah
berfirman, ‘Janganlah kamu
menyembah dua tuhan.......” Ini artinya
Allah yang sedang berbicara menyebut lagi “Allah”. Pertanyaannya, siapa Allah,
yang disebut Allah ketika Dia berbicara? Apakah Allah yang disebut itu adalah
Allah yang sedang berbicara atau ada Allah yang lain? Jika Allah yang dimaksud
itu adalah Allah yang sedang berbicara, kalimatnya menyalahi tata bahasa. Di
sini terjadi pendobelan. Seharusnya waktu itu Allah berkata, “Janganlah kamu
menyembah dua tuhan........”, tak perlu
lagi mengulang “Allah berfirman,”. Atau bisa juga Allah berkata, “Aku
berfirman, ‘Janganlah kamu menyembah dua tuhan........”
Akan tetapi, ini pun
tidak menyelesaikan persoalan bila dihubungkan dengan dua kata ganti yang merujuk pada Allah, yaitu “Dia” dan “-Ku”.
Kedua kata ganti ini
bisa ditafsir sebagai Allah karena dalam
penulisannya dipakai huruf kapital. Kata
ganti “-Ku” dapat dipastikan merujuk pada Allah yang sedang berbicara,
sedangkan kata “Dia” merujuk pada sosok Allah yang lain. Kata ganti “Dia” tidak
dimaksud sebagai Allah yang sedang berbicara. Jadi, wahyu Allah di atas bisa
dimaknai bahwa Allah yang berbicara saat itu sedang menyebut adanya sosok Allah
yang lain. Jika memang benar “Dia” ini adalah Allah yang lain, maka wahyu Allah di atas bisa dipahami bahwa
Allah yang sedang berbicara BUKANLAH Tuhan Yang Maha Esa, karena hanyalah Dia Tuhan Yang Maha
Esa. Allah yang sedang berbicara adalah Allah yang harus
ditakuti.
Demikianlah
kejanggalan yang muncul dari wahyu Allah ini. Kesan tauhid yang hendak ditampilkan
berbanding terbalik dengan pemahaman linguistik. Di satu sisi mengatakan hanya percaya pada
SATU Allah saja, tapi di sisi lain mengakui juga adanya Allah yang lain selain
yang SATU tadi. Jika Alqur’an diyakini berasal dari Allah, maka harus dikatakan bahwa
yang mengatakan adanya Allah lain itu adalah Allah sendiri. Hal ini terungkap
secara implisit dalam Alqur’an, yang baru bisa diketahui bila diadakan telaah kritis linguistik. Allah yang lain itu juga diimani
dan ditakuti oleh umat islam. Dengan demikian, Allah
umat islam BUKAN SATU TETAPI DUA.
Jika umat islam tetap
ngotot memaksakan konsep tauhid ada pada wahyu Allah di atas, ini berarti umat
islam hendak memaksakan bahwa kata ganti “Dia” itu merujuk kepada Allah yang
sedang berbicara. Tentulah hal ini bisa terjadi jika akal sehat benar-benar
disingkirkan, alias tidak dipakai sama sekali. Karena bagi orang yang masih
menggunakan akal sehat tentu sulit menerima bahwa kata ganti “Dia” itu merujuk
pada Allah yang sedang berbicara. Dan jika umat islam tetap memaksakan
demikian, maka akan terlihat jelas bahwa Allah yang sedang berbicara tidak konsisten.
Tentulah ini juga merupakan kejanggalan lain.
Dari kejanggalan-kejanggalan
ini, kita dapat menarik 2 kemungkinan sebagai kesimpulan. Pertama, jika kita tetap menganggap Alqur’an sebagai wahyu yang langsung dari Allah,
maka kita dapat mengatakan bahwa islam mempunyai DUA Allah. Tentulah kesimpulan
bertentangan dengan paham tauhid. Kedua, jika
kita tetap berpegang teguh pada konsep tauhid bahwa Allah itu hanya SATU, maka
kita dapat mengatakan Alqur’an bukan wahyu yang langsung dari Allah. Bukan tidak mustahil tudingan
orang-orang jaman Muhammad bahwa Alqur’an adalah rekayasa atau karangan Muhammad adalah benar. Tentulah
kesimpulan ini juga bertentangan dengan ajaran islam.
Mana
dari 2 kesimpulan ini yang benar? Silahkan jawab sendiri!
Komentar
Posting Komentar