MEMAHAMI ISTILAH ISLAMFOBIA DAN FOBIAISLAM
TERKAIT dengan dua kata, islam dan fobia, pada umumnya publik lebih mengenal istilah islamfobia daripada fobiaislam. Istilah islamfobia jauh lebih popular sehingga masyarakat tidak tahu dan tidak paham akan istilah fobiaislam. Sekalipun memiliki kesamaan dalam hal “ketakutan”, kedua istilah ini, islamfobia dan fobiaislam tidak hanya berbeda dalam hal makna, tetapi juga subyek dan juga sumbernya.
Istilah
islamfobia selalu dikenakan oleh orang islam kepada orang non-muslim yang
mempunyai ketakutan terhadap islam. Pertama-tama ketakutan terhadap islam
dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme. Maklum, setiap aksi teroris selalu
terkait dengan islam sehingga istilah islamfobia pun berkorelasi langsung
dengan terorisme. Karena itu, setelah peristiwa teroris muncul perasaan takut
pada diri kaum non muslim, dan karena perasaan inilah mereka dicap
‘islamfobia’. Umat non muslim takut (fobia) karena bisa saja nyawa dan diri
mereka menjadi sasaran kebiadaban para teroris yang memang beragama islam.
Mereka bisa mati atau juga cacat fisik yang berlaku seumur hidup. Dan semua itu
karena umat islam yang menjalankan perintah Allahnya.
Selain
itu, istilah islamfobia juga dikenakan kepada setiap ada orang yang menulis
negatif tentang islam. Kesan negatif ini, sebenarnya merupakan sudut pandang
umat islam sendiri, karena mereka sudah terlebih dahulu dicekoki bahwa islam
itu indah, damai dan rahmatan lil alamin.
Dari sudut pandang penulis, sebenarnya mereka hanya mengungkapkan fakta
yang ada. Misalnya, penulis buku “Islam and Terorism”, “Understanding Muhammad” atau “The Truth about Muhammad”.
Banyak penulis buku-buku islam dicap islamfobia lantaran mereka membeberkan
tentang sisi gelap dan negatif, baik itu nabi Muhammad maupun agama islam itu
sendiri. Sekalipun sumber tulisannya berasal dari islam sendiri, seperti Al-Quran maupun hadis, yang
ternyata memang mengungkapkan sisi gelap dan negatif islam (termasuk Muhammad),
tetap saja para penulis ini dilabeli islamfobia.
Di
balik pelabelan islamfobia ini, tampak jelas bahwa umat islam, yang memberi
label tersebut, hendak mengatakan bahwa islam itu baik, dan orang yang
“melihat” islam buruk itu salah. Sumber “keburukan” islam yang dilihat atau
ditemui oleh umat non muslim sehingga menimbulkan ketakutan terdapat pada
ajaran islam (Al-Quran
dan hadis) dan prakteknya dalam hidup. Islam mengajarkan untuk membunuh orang
kafir, dan itulah yang dilakukan oleh umat islam yang terlibat dalam aksi
terorisme. Dapatkah umat islam yang melabeli orang dengan label islamfobia
mengembalikan nyawa mereka yang mati atau cacat fisik karena bom bunuh diri? Di
samping itu, islam mengajarkan untuk membenci dan memusuhi orang kafir, dan
itulah yang dilakukan oleh umat islam yang tampak dalam aksi intoleransi dan
kekerasan. Memang patut diakui bahwa hal-hal tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan tafsir. Akan tetapi, perlu diketahui dan disadari juga, terlebih oleh
umat islam sendiri, bahwa masalah beda tafsir ini bukan hanya terjadi pada
orang non muslim, tetapi juga pada umat islam sendiri. Hanya sayangnya, label
islamfobia sepertinya cuma dikenakan kepada orang non muslim.
Bagaimana
dengan istilah fobiaislam? Istilah fobiaislam dipahami sebagai ketakutan yang
dialami oleh umat islam. Dasar dari ketakutan ini adalah kecurigaan akan adanya
usaha-usaha untuk melemahkan atau menghancurkan islam. Upaya menghancurkan
islam ini bisa saja dilihat secara langsung maupun tidak langsung. Upaya tak
langsung itu misalnya seperti keunggulan pihak lain, yang dinilai sebagai
pelemahan terhadap islam.
Ketakutan-ketakutan
islam ini umumnya terjadi pada para tokoh agamanya. Dari mereka ketakutan itu
ditularkan ke umat islam lainnya. Berikut ini beberapa contoh fobiaislam yang
ada.
1. Dalam
sebuah tausiyah, seorang ustad mengatakan bahwa telah terjadi usaha untuk
menghancurkan islam, dan usaha itu sudah dilakukan kepada anak-anak islam. Hal
itu tampak pada lagu “Balonku ada 5”. Lagu ini sudah diajarkan kepada
anak-anak. Dalam lagu itu ada lirik “meletus balon hijau”. Meletusnya balon hijau dimaknai sebagai penghancuran islam.
2. Juga dalam ceramah keagamaan, seorang ustad menjelaskan tentang adanya
kristenisasi terhadap anak-anak islam. Dia merujuk pada lagu “Naik-naik ke
puncak gunung”. Lirik lagu dari naik hingga
kiri kanan, serta frase pohon cemara dilihat sebagai wujud
kristenisasi, dan hal itu dilakukan kepada anak-anak islam.
3. Ketika ada penyerangan atau “penindasan” terhadap umat islam Rohingya,
Uighur, Palestina atau umat islam lainnya, umat islam belahan dunia lain akan
melakukan aksi unjuk rasa. Tak jarang mereka melakukan kekerasan terhadap orang
atau unsur yang berbau para penyerang atau penindas itu. Mereka tidak melihat
peristiwa tersebut sebagai tindakan melawan kemanusiaan melainkan sebagai upaya
untuk menghancurkan islam.
4. Sudah
jadi rahasia umum bahwa umat islam takut pada salib atau sesuatu yang
menyerupainya. Karena itu, simbol “palang merah” diganti bulan sabit dan
bintang, seorang pengusaha Arab yang membeli salah
satu klub sepakbola di Eropa, ingin menggantikan logo klub lantaran ada tanda
seperti salib, dan di banyak tempat di Riau, umat kristen boleh mendirikan
gereja tapi tak boleh pasang salib.
5. Ketika terjadi bencana alam, banyak gereja membuka pintu untuk menjadi
tempat pengungsian bagi siapa saja, termasuk umat islam. Tak jarang upaya ini
dilihat sebagai bentuk kristensisasi. Dan itulah yang diutarakan oleh pemuka
agama islam.
6. Adanya
fatwa larangan tidak hanya mengucapkan selamat hari natal tetapi juga
menghadiri perayaan natal. Sepertinya ada ketakutan iman islamnya akan hancur
Masih
banyak lagi contoh fobiaislam. Contoh-contoh di atas sudah cukup sebagai bukti
adanya fobiaislam itu. Jika dicermati baik-baik, tampak jelas bahwa
ketakutan-ketakutan yang terjadi pada umat islam ini sama sekali tidak ada
dasar dan juga tidak masuk akal. Misalnya pada contoh dua lagu di atas, sungguh
orang yang mempunyai akal sehat akan merasa terganggu melihat ada orang, yang
ahli dalam agama, punya pemikiran seperti itu. Ketakutan pada salib atau yang
menyerupai salib juga dinilai sangat tidak masuk akal. Sama sekali tidak ada
kaitan antara bentuk seperti salib dengan kristensisasi. Demikian pula halnya
dengan larangan mengucapkan selamat hari natal atau juga menghadiri perayaan
natal. Mohammad Roem pernah berkata, “Saya tidak merasa iman saya berkurang
ketika diminta untuk menyalakan lilin pada hari Natal.” Pernyataan tokoh
nasional ini seakan hendak menyindir para fobiaislam.
Dari
uraian di atas terlihat jelas perbedaan dasar ketakutan pada dua fobia ini.
Ketakutan umat non muslim yang dicap islamfobia ada dasarnya. Mereka tidak mau
jadi korban umat islam yang menjalankan ajaran agamanya. Korban di sini bisa
saja dalam bentuk nyawa, cacat fisik maupun kerugian materil. Ketakutan itu
tentu saja tidak akan hilang mengingat akarnya ada pada ajaran islam, yang
bersumber pada Al-Quran dan hadis. Karena itu, sangat tidak etis orang yang
jadi korban ini dilabeli islamfobia. Sementara ketakutan umat islam yang dicap
fobiaislam benar-benar tidak ada dasarnya dan sungguh tak masuk akal. Orang
yang masih mempunyai nalar tentu akan merasa aneh melihat umat islam, apalagi
seorang tokoh agama, dengan fobiaislam ini.
Jika
ketakutan umat non muslim yang diberi label islamfobia memiliki dasar dan masuk
akal, sedangkan ketakutan umat islam yang berlabel fobiaislam tak memiliki
dasar dan tak masuk akal, maka siapakah yang sebenarnya pantas dan layak
mendapat gelar FOBIA?
Komentar
Posting Komentar