ISLAM AGAMA ANTI KRITIK
Islam adalah agama damai, rahmatan lil alamin, agama yang mendatangkan rahmat dan kebaikan bagi umat manusia. Bagi umat islam, agama islam adalah agama yang sempurna. Alqur'an menyebutkan bahwa hanya islam sebagai agama di sisi Allah. Jadi, agama islam merupakan satu-satunya agama yang paling benar. Agama lain adalah palsu dan sesat. Inilah yang menjadi spirit umat islam dalam melihat ke dalam dan ke luar; ke dalam (islam) selalu positip, sedangkan ke luar (non muslim) selalu negatif.
Karena sudah dianggap sebagai sempurna dan paling benar, maka agama islam
tidak bisa dikritisi dan/atau dikritik. Segala usaha untuk mengkritisi dan/atau
mengkritik islam, akan dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap islam secara
tidak langsung. Dan kalau islam sudah dihina, maka umat islam wajib untuk
membelanya. Buya Hamka pernah berpendapat, dan hingga kini belum ada orang
islam yang menentang pendapatnya, bahwa “Jika diam saat agamamu dihina,
gantilah bajumu dengan kain kafan.” Salah satu bentuk pembelaan terhadap
agamanya adalah dengan membunuh mereka yang mengkritisi atau mengkritik islam.
Yang dimaksud islam di sini merujuk pada 3 pilar, yaitu Alqur'an, Hadis dan
Nabi Muhammad SAW. Mengkritisi Alqur'an adalah bentuk penghinaan, karena Alqur'an
adalah kitab suci yang sempurna, yang langsung turun dari Allah. Allah saja
sudah sempurna, maka kitab-Nya juga sudah pasti sempurna. Hadis adalah kitab
yang menguraikan tentang sabda, perbuatan dan hidup Nabi Muhammad SAW. Sama
seperti Alqur'an, mengkritisi hadis adalah bentuk pelecehan, karena subyek
hadis adalah sempurna. Umat islam yakin bahwa Muhammad adalah utusan Tuhan dan
nabi penutup (QS 33: 40). Muhammad sendiri menganggap dirinya sebagai ciptaan
paling baik, suri teladan (QS 33: 21).
Sekalipun dalam islam masih ada begitu banyak nabi lain, yang bahkan jauh
lebih baik dan lebih hebat dari Muhammad, namun sepertinya hanya Muhammad yang
menjadi pilar islam. Ketika orang mengkritisi nabi-nabi lain, tidak ada reaksi
umat islam. Tapi jangan coba-coba mengkritisi nabi Muhammad. Tindakan
mengkritisi Muhammad sama artinya dengan menghina nabi, dan itu berarti juga
menghina islam. Surah 33: 60 - 61 dapat dijadikan dasar membunuh orang yang
menghina nabi Muhammad. Karena Alqur'an adalah firman Allah, maka dasar tersebut
merupakan perintah dari Allah sendiri.
Jadi, jangan pernah coba-coba mengkritisi dan/atau mengkritik salah satu
dari pilar islam (Alqur'an, hadis dan Muhammad), karena hal ini secara tidak
langsung sama artinya dengan menghina islam. Menghina islam secara tidak
langsung saja sudah bermasalah, apalagi jelas-jelas menghina secara langsung.
Dan kalau sudah menghina islam, itu artinya kita membangunkan harimau lapar.
Berikut beberapa contoh.
Dr. Yunis Sheikh, seorang profesor perguruan tinggi di
Pakistan, menyatakan bahwa kedua orangtua Muhammad bukanlah muslim. Hal ini
masuk akal, karena mereka mati ketika Muhammad masih anak-anak, dan dalam
hadis dikatakan Muhammad mengira mereka masuk neraka. Tapi ternyata komentar
Dr Sheikh membuat mahasiswa-mahasiswanya marah, dan menuduh dia menghina
orangtua nabi junjungan mereka dan melaporkan hal ini kepada imam. Akibatnya,
Dr. Sheikh dituntut di pengadilan karena melakukan penghujatan dan menghukumnya
dengan hukuman mati. Dia bebas dari penjara setelah beberapa tahun karena
banyak protes dari berbagai penjuru dunia.
Di bulan September 2006, Mohammed Taha Mohammed Ahmed, yang
adalah ketua editor surat kabar swasta Sudan bernama Al-Wifaq, diculik
sekelompok muslim sejati. Dia dihakimi dengan penuh hinaan sebelum akhirnya
tenggorokannya disembelih sama seperti orang menyembelih unta, dan lalu
tubuhnya dipotong-potong. Dia dituduh menghujat karena korannya menerbitkan
artikel dari internet yang mempertanyakan orangtua Muhammad. Yang dilakukan
Muhammed Taha hanyalah mengutip beberapa bagian buku dan menulis bantahannya.
Mirip seperti kasus Mohammed Taha dialami juga oleh seorang ibu guru di
Pangkalpinang pada pertengahan Januari 2016. Nasib baik ibu tidak dibunuh.
Meski demikian, dia tetap mengalami teror dan akhirnya dengan terpaksa menerima
keputusan yang ditimpahkan padanya, termasuk kehilangan pekerjaan. Apa yang
dilakukan ibu ini tak jauh berbeda dengan yang dilakukan Taha. Dia menemukan
tulisan di internet tentang perbandingan Nabi Muhammad dan Rasul Paulus, yang
kemudian dia ambil lalu di-posting-kan di facebook-nya
dengan tujuan ingin mendapat respon apakah benar atau tidak soal perbandingan
tersebut.
Pembuat film dari Belanda yang bernama Theo van Gogh, terlambat
menyadari perbuatannya ketika dia terguling jatuh di atas genangan darahnya
setelah ditembak dan ditusuk oleh seorang muslim. Dosa van Gogh adalah membantu
murtadin Ayan
Hirshi Ali membuat film tentang wanita dalam islam. (Lihat
filmnya di
sini).
Pada tahun 1989, Ayatollah Khomeini mengeluarkan fatwa untuk membunuh Salman
Rushdie karena ia menulis novel dengan judul Ayat-ayat Setan (The
Satanic Verses). Sekalipun berseberangan dengan islam Syah, islam sunni pun
mendukung fatwa tersebut. Novel Salman itu dinilai telah menghina islam. Maka,
mulai saat itu korban “Ayat-ayat Setan” mulai berjatuhan. Di bulan Juli
1991, Ettore Caprioli, yang adalah penerjemah buku Satanic
Verses ke dalam bahasa Italia, diserang dan terluka berat. Hitoshi
Igarishi, profesor sastra dan pengamat budaya islam yang menerjemahkan buku
itu ke dalam bahasa Jepang, dibunuh di Tokyo. William Nygaard,
penerjemah buku itu ke dalam bahasa Norwegia, juga ditusuk pisau. Pada 14
Februari 2006, kantor berita Pemerintah Iran melaporkan fatwa mati terhadap
Salman Rushdie tetap berlaku selamanya.
Pada 10 November 2003, Muslim Public Affair Committee (MPAC)
di Inggris mengeluarkan surat amarah pada penerbit Amber Books dengan tuduhan
penghujatan. Tuduhan itu ditujukan kepada isi buku yang berjudul The
History of Punishment. Buku ini bukan buku tentang islam. Buku ini
menyatakan pandangan tentang hukuman-hukuman di berbagai budaya dan masyarakat.
Dalam buku ini terdapat satu bab tentang cara-cara kuno dalam menghukum,
seperti hukuman dalam Alkitab, hukuman Romawi dan Syariah. Di sana ada terdapat
gambar Muhamamd. Karena takut, pihak penerbit menarik kembali buku itu dari
peredaran dan meminta maaf kepada pihak muslim.
Kasus yang menimpa penerbit Amber Books ini mirip seperti kasus penerbit
Gramedia pada Juni 2012, yang menerbitkan buku “5 Kota Paling Berpengaruh
di Dunia”. Buku ini bukan buku tentang islam, melainkan lebih pada sejarah.
Persoalan terletak pada satu halaman, yaitu halaman 24, dimana disinggung soal
nabi Muhammad yang diidentikkan dengan perampok. Karena takut, pihak penerbit
meminta maaf kepada pihak muslim, menarik kembali buku itu dari peredaran dan
membakar buku-buku tersebut. Acara pembakaran itu disaksikan oleh Majelis Ulama
Indonesia, yang mau menunjukkan sikap islam.
Ketika di tahun 2002, evangelis Pat Robertson dan Jerry
Falwell mengutarakan pendapat mereka tentang islam, para muslim di
seluruh dunia murka dan membuat onar. Mullah-mulllah Iran mengancam membalas
dan beberapa orang kristen dibunuh, termasuk beberapa anak-anak sekolah di
Pakistan. Bonnie Penner Witherall, seorang biarawati tua, ditembak mati di
Sidon, Lebanon.
Di bulan September 2006, dalam kunjungannya ke Jerman, Paus
Benediktus XVI berkesempatan memberi kuliah umum di Universitas
Regensburg. Dalam satu pernyataan pidatonya, yang berjudul “Iman dan Akal”,
menyulut kemarahan umat islam sedunia. Bahkan muslim moderat sekalipun tak
urung mengecam pernyataan Paus, yang punya nama asli Yoseph Aloysius Ratzinger.
Sebenarnya, pernyataan Paus tersebut hanya sekedar mengutip percakapan yang
terjadi pada 1391 antara Kaisar Byzantium Manuel II Paleologus dan ilmuwan
Persia, yang ada dalam buku Prof. Theodore Khoury. Paus mengutip kata-kata
Kaisar Byzantium, ‘tunjukkan padaku apa yang baru yang diajarkan
Muhammad, dan yang kau akan temukan hanyalah kejahatan dan kebiadaban, seperti
misalnya perintahnya untuk menyebarkan agamanya dengan pedang.’ Pernyataan
Paus Benediktius ini menyulut kerusuhan. Gereja-gereja dibakar dan dihancurkan
di Gaza dan Basra. Di Mogadishu, seorang biarawati Italia dan juga pembantunya
dibunuh. Beberapa muslim bahkan mengajak agar Paus dibunuh.
Di penghujung bulan Juli 2017, kota Tanjung Balai Asahan membara. Sekitar 6
rumah ibadah (vihara dan klenteng) dibakar oleh massa islam. Turut menjadi
korban beberapa kendaraan mobil yang kebetulan parkir tak jauh dari lokasi.
Akar persoalannya adalah umat islam tak terima permintaan seorang ibu, yang
meminta pengurus mesjid Al-Maksum untuk mengecilkan volume TOA. Ibu itu merasa
terganggu dengan suara yang bersumber dari dalam masjid. Permintaan ibu ini
dianggap sebagai kritik terhadap kegiatan keagamaan islam, sehingga dirasakan
telah menghina islam. Karena itu, bangkitlah amarah umat islam dan akhirnya
mengamuk.
Keganasan umat islam menghadapi kritik dan penghinaan atas agamanya, bukan
baru terjadi di jaman modern ini. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup,
tindakan membungkam para pengkritik dan penghina sudah terjadi.
Seorang pria buta punya seorang budak wanita yang sedang hamil (bayi pria
buta itu sendiri). Budak itu suka mengolok-olok dan menghina Muhammad. Ia
melarang bahkan memarahinya tapi budaknya tidak mau berhenti. Suatu malam, pria
buta itu mengambil sebuah pisau lalu menusuk perut wanita itu hingga mati.
Janinnya keluar di antara kakinya berlumuran darah. Atas perbuatannya sang Nabi
berkata, ”Oh, jadilah saksi ini, tidak ada pembalasan yang perlu dibayar bagi
darahnya.” (Sunan Abu Dawud, Buku 38, no. 4348).
Setidaknya ada 3 penyair yang mati dibunuh karena berani mengkritik
Muhammad. Abu ‘Afak, yang berusia 100 tahun, mati dibunuh ketika
sedang tidur oleh Salim bin Umayr, atas perintah Muhammad. Mendengar kematian
Abu ‘Afak, Asma bint Marwan, seorang penyair wanita, menjadi marah,
dan melontarkan kritik-kritik pedas terhadap Muhammad dan pengikutnya. Dan
akhirnya Marwan menyusul Abu ‘Afak. Dia dibunuh oleh Umayr bin Adiy al-Khatmi,
atas permintaan Muhammad. Penyair ketiga adalah Ka’b bin Al-Ashraf.
Kritik-kritik Ashraf membuat Muhammad marah, dan dia bertanya kepada para
pengikutnya, “Siapakah yang mau membunuh Ka’b bin Al-Ashraf yang telah
menyakiti Allah dan rasul-Nya?” Muhammad bin Maslama akhirnya menjawab
keinginan sang nabi dan membunuh Ka’b bin Al-Ashraf (Robert Spencer, The
Truth about Muhammad, hlm 109 – 111).
Terlihat jelas bahwa islam sangat anti dengan kritik. Siapa pun tidak boleh
mengkritisi dan/atau mengkritik salah satu pilar islam. Tindakan mengkritik
dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap islam, dan hal ini pastilah akan
membangkitkan kemarahan umat islam dimana pun. Mereka bukan hanya demo mengecam
pengkritik, tetapi malah berkeinginan untuk membunuh. Sepertinya itulah sifat
muslim ketika menghadapi agamanya dikritik. Muhammad pernah berkata, “Allah
mungkin mendukung agama melalui orang berhati culas kejam.” (HS Bukhari vol 5,
Buku 59, no. 515). Mereka tidak melihat esensi kritik yang mungkin mengandung
kebenaran. Mereka hanya melihat bahwa kritik sama dengan menghina islam.
Dasarnya adalah karena islam adalah agama yang sempurna. Kritikan
menunjukkan adanya ketidak-sempurnaan, dan itu seperti membuka aib sendiri
(inilah yang disebut penghinaan). Karena itu, jangan pernah dikritik. Paham
bahwa islam agama sempurna sehingga tak bisa dikritik sudah tertanam dalam
benak umat islam, dan paham itu diterima sebagai sebuah kebenaran. Karena itu,
tidak ada kebenaran lain lagi selain kebenaran tersebut. Umat islam sendiri
tidak akan mau mengkritisi agamanya untuk menemukan kebenaran, sekalipun
sebenarnya ada banyak hal dalam agama islam yang bisa dikritisi.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa islam merupakan agama yang anti
kritik. Siapa pun tidak diperkanankan mengkritisi dan/atau mengkritik tiga
pilar islam (Alqur'an, Hadis dan Muhammad). Kritik terhadap islam merupakan
penghinaan terhadap islam secara tidak langsung, dan itu akan membangkitkan
amarah umat islam. Sekalipun dalam kritik terdapat kebenaran (misalnya seperti
kasus Dr. Yunis atau pernyataan Paus Benediktus XVI), orang tetap tidak bisa
menyampaikannya ke publik.
Ada sebuah joke cerdas. Dalam aksi demo menentang
pemerintah, seorang mahasiswa berteriak dengan suara lantang, “Dasar Stalin
goblok!” Selang beberapa waktu kemudian, mahasiswa tersebut diciduk intel
polisi dan langsung dijebloskan ke dalam penjara. Seorang wartawan asing
mewawancarai kepala polisi, kenapa mahasiswa itu ditangkap. Dengan santai
kepala polisi itu menjawab, “Dia telah membongkar rahasia negara.” Wajah
wartawan itu menampilkan raut kebingungan. Dimana letak pembongkaran rahasia
negara, demikian batinnya.
Pernyataan “Dasar Stalin goblok!” bukan dilihat sebagai penghinaan, tetapi
pembongkaran rahasia. Artinya, ada kebenaran di balik pernyataan itu, yang di
sisi lain dilihat sebagai penghinaan. Demikianlah dengan islam. Ketika orang
mengungkapkan kebenaran dari 3 pilar islam, di sisi lain akan dilihat sebagai
bentuk penghinaan. Hal tersebut tidak disukai oleh umat islam. Dengan kata
lain, umat islam menutup mata terhadap sisi kebenaran dari kritik, dan membuka
mata lebar-lebar terhadap sisi penghinaan. Dapatlah dikatakan bahwa orang hanya
diperbolehkan untuk memuji-muji islam.
Komentar
Posting Komentar